HUTAN lindung di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hanya tinggal 85.800 hektar atau sekira 13 persen dari jumlah lahan DAS seluas 660.000 hektar. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Anang Sudarna saat Kerja Bakti Pembersihan Citarum (Citarum Harum) di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertajaya, Kabupaten Bandung minggu lalu. Pada kesempatan itu, Pangdam III Siliwangi, Mayjen Doni Monardo bertekad, dalam enam bulan ke depan, Ciatrum sudah terbebas dari sampah. Kodam III Siliwangi bersiaga sepanjang hari, menjaga Citarum. Siliwangi di setiap titik yang ditentyukan, menempatkan prajuritnya yang dikomandani seorang kolonel. Para prajurit itu siap membersihkan Citarum dari limbah. Mereka juga melakukan pendekatan persuasif terhadap warga dan industri yang membuang sampah serta limbah langsung ke Citarum. Gerakan pembersighan Citarum yang melibatkan TNI itu dilakukan dalam upaya menyelamatkan Citarum. Masyarakat di sepanjang sungai terpanjang di Jabar itu menyambut antusias Gerakan Citarum Harum tersebut. Mereka berharap para pembuang sampah dan limbah langsung ke Citarum akan jera dengan tindakan tegas TNI. Masyarakat juga berharap pasukan Kodam III Siliwangi yang menjaga Citarum akan segera mengambil sampah yang hanyut bersama aliran sungai. Tampaknya pemerintah sipil dan pengabdi lingkungan hidup, sudah merasa kewalahan. Berbagai upaya dilakukann untuk menyelamatkan Citarum. Akan tetapi, upaya itu seolah-olah tidak membuahkan hasil. Citarum bukannya semakin harum, bahkan makin hari makin parah. Pencemaran Citarum berlangsung sejajk hulu. Danau Cisanti sebagai mata air Citarum, sudah lama menjadi tempat pembuangan limbah domestik, kotoran ternak, limbah pertanian, dan longsoran tanah dari lahan pertanian di sekitarnya. Orang sudah sangat lama mengetahui terjadinya pencemaran di hulu itu namun mendapat kesulitan ketika harus melakukan tindakan. Para pencemar itu kebanyakan para petani dan peternak yang mengandalkan hidupnya dari profesinya. Pemerinrah dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat hutan, mendorong mereka menjadi peternak sapi perah. Upaya itu berhasil tetapi tidak diikuti dengan pendampingan dalam mengelola limbah ternak itu. Para petani tidak diberi fasilitas pengolah limbah ternak dan membiarkan kotoran sapi dan limbah pakan, masuk sungai. Akibatnya, 100 meter dari mata air, Sungai Citarum sudah tercemari kotoran ternak. Para petani di sekitar Danau Cisanti mengalami peningkatan taraf hidup dari penanaman sayur mayur, terutama kentang. Bibit, saprotan, dan upah didapat dari pemodal. Dalam waktu singkat, hutan lindung dan tumbuhan tegak dibabat. Lahannya menjadi hamparan kebun kentang, dan sayur mayur lainnya. Tanah di tempat itu menjadi gembur dan mudah longsor. Tanah longsoran masuk ke Citarum menjadi sedimen yang sangat tebal. Selain petani dan peternak, hampir semua warga di sepanjang Citarum menjadi pencemar. Lebih dari 500.000 warga di beberapa kecamatan sejak Pacet, Majalaya, Ibun, dan Ciparay membuang limbah rumah tangganya ke Citarum. Belum lagi limbah yang memenuhi anak-anak sungai, masuk Citarum. Semakin ke hilir pencemar semakin banyak. Di sepanjang DAS Citarum tumbuh industri dan permukiman yang semakin tidak terkendali. Dipastikan semuanya turut andil besar dalam pencemaran Citarum. Gerakan Citarum Harum ke depan akan mengalami kesulitan menjaga Citarum tetap bersih. Di samping menjaga aliran sungai dari terjangan sampah, harus diawali dengan gerakan yang bersifat preventif. Mencegah industri membuang limbah dengan menyediakan instalasi penjernihan air limbah di semua kawasan industri. Mencegah warga membuang sampah ke sungai dengan menyediakan tempat pembuangan sampah sementara di titrik-titik tertentu. Mengubah kebiasaan peternak membuang limbah ternaknya ke sungai dengan membangun instalasi pengelolaan limbah ternak menjadi gas atau pupuk. Mengalihkan pertanian sayur mayur ke tempat yang jauh dari sumber air. Melakukan moratotrium izin pembangunan permukiman dan pabrik di tepi sungai. Segera melakukan penghutanan kembali DAS Citarum ***