SEJAK akhir Oktober 2017 hampir semua warung modern di Kabupaten Bandung ditutup.Pada pintu depan direkatkan pernyataan Satuan Satpol PP yang menegaskan, toko swalayan tersebut ditutup berkaitan dengan perizinan. Tentu saja penutupan itu menimbulkan tanda tanya bagi para konsumen. Mereka merasa sulit berbelanja karena harus peri ke pasar tradisional atau ke kota. Di wilayah Kota Bandung, semua toko swalayan atau warung modern itu masih tetap buka.
Bagi para pedagang di pasar tradisional dan warung pengecer, penutupan itu merupakan peluang pasar yang sangat luas. Tindakan pemerintah itu dipastikan mendapat sambutan positif para pedagang tradisional Masyarakat yang biasanya membeli barang dan makanan sehari-hari datang ke minimarket, sekarang menyasar ke warung-warung kecil yang ada di permukiman. Masih jarang konsumen langsung membeli keperluannya ke pasar tradisional. Orang yang datang berbelanja ke pasar tradisional kebanyakan para pedagang keliling atau pemilik warung kecil.
Tindakan pemeribntah menutup beberapa minimarket itu sebenarnya menjadi tuntutan para pedagang di pasdar tradisional. Tumbuhnya minimarket, midimarket, pasar swalayan, dan waralaba lainnya menjadi pesaing sangat kuat bagio para pedagang di luar waralaba. Persatuan pedagang pasar sudah lama mengeluhkan tumbuhnya pasar swalayan itu. Apalagi tahun-tahun terakhir ini, minimarket makin tumbuh sampai ke pelosok. Masyarakat merasa jauh lebih nyaman berbelanja dui minimarket daripada warung kecil. Segala sesuatunya dipersiapkan dengan manajemen prima. Barangnya hanmpir serbakomplit, dari roti sampai pembalut ada.
Sedangkan di pasar tradisional apalagi di warung kecil, sulit menemukan barang yang diperlukan konsumen. Selain harus tawar menawar, kualitas barangnya kurang memadai.
Tuntutan para pedagang pasar tadisional itu baru sekarang ”diluluskan” meskipun alasannya berkaitan dengan perizinan, mungkin juga perpajakan. Namun bagaim,ana nasib para pekerjanya? Pada sisi ketenagakerjaan tumbuhnya minimarket menjadi lapangan tenaga kerja bagi masyarakat di sekitarnya. Sekarang mereka harus kehilangan pekerjaannya. Wajar apabila pemerintah Kabupaten Bandung memikirkan nasib mereka.
Penutupan minimarket, seperti disebutkan di atas, merupakan peluang pasar yang sangat luas bagi para pedagang pasar tradisonal dan warung kecil. Peluang itu seyogianya menjadi pendorong bagi pelaku usaha kecil untuk meraih pasar. Tanpa peningkatan kuantitas dan kualuitas barang dagangan, pelayanan, dan kenyamanan tempat usaha bagi para konsumebn, peluang itu tidak akan ada artinya. Semua itu pasti membutuhkan kreativitas pemilik warung serta modal yang cukup.
Sekaranglah waktunya pemerintah daerah melakukan pendampingan, memberi kemudahan dalam permodalan, dan penataan etalase, dan sebagainya. Doronglah mereka sehingga memiliki daya saing tinggi. Ketika nanti minmarket dibolehkan buka lagi, warung-warung kecil sudah siap berkompetisi. Begitu jkuga pasar tradisional. Pasar ttradisional harus berubah menjadi pasar bersih, nyaman, harga bersaing, dan pelayanan prima. Pasar tradisional tidak lagi identik dengan bau, becek, basah, busuk. Para pedagangnya juga bersih, berpakaian rapi, ramah, baik hati, melayani pembeli laiknya raja. Barang dagangannya juga bersih, tertata rapi, tertutup dalam etalase dingin, dan segar. Hindarilah penumpukan sampah di seputar lapak dagangannya.
Konsumen bermobil dengan dandanan serba wah, dipastikan akan mau masuk pasar tradisional apabila pasar itu mau berubah. Penutupan minimarket merupakan kesempatan melakukan perubahan. Siapkah? ***