Pemuda dan Nilai Gizi Pangan

photo author
- Minggu, 29 Oktober 2017 | 23:00 WIB
opini anda
opini anda

INDONESIA menduduki peringkat ke-69 dalam ketahanan pangan berdasarkan Indeks Ketahanan Pangan Global tahun 2012 – 2017. Menurut ekonom Faisal Basri, sepertri dimuiat KOMPAS 23/10, Indonesia berada di bawah Vietnam yang menempati urutan ke-64. Padahal, dilihat dari kekayaan bahan pangan, Indonesia berada di atas Vietnam 1,7 poin. Indonesia memiliki potensi sangat besar dalam ketersediaan bahan pangan. Namun dalam segi pengolahan, Indonesia kalah. Rakyat Indonesia, rata-rata mengonsumsi pangan yang bermutu rendah.

Menteri Kesehatan, Nila F.D Moeloek mengatakan, pola konsumsi dan pola pangan yang kurang baik, akan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak-anak. Lalau tidak segera diatasi, Indonesia tidak akan menikmati bonus demografi tahun 2035 mendatang. Menkes menekankan, jawaban atas kekhawatiran itu ialah teknologi. Tugas para pemuda, anak bangsa, melakukan berbagai riset tentang pengolahan pangan, baik ketika masa tanam maupun panen dan pascapanen. Beberapa pemuda di beberapa daerah berhasil menemukan peralatan pengolahan pangan berbasis teknologi. Dengan bantuan peralatan itu, buah-buahan terasa lebih manis dan enak.

Dalam mengisi Bulan Pemuda, Oktober 2017, para pemuda anak bangsa ditantang melakukan berbagai inovasi. Pada era teknologi tinggi sekarang ini, para pemuda harus dapat melakukan inovasi berbasis teknologi. Sekaranglah saatnya para pemuda Indonesia berperan lebih aktif dan lebih besar. Pada bulan Oktober tahun 1928 pemuda  yang rata-rata berusia 17 tahun mampu menempatkan diri sebagai pejuang paling depan menuju Indonesia merdeka. Mereka mempersatukan semangat, tekad, budaya, dan keberagaman, menjadi sebuah kekuatan nasional yang sangat solid. Nyaris tanpa fasilitas apa-apa, mereka menyelengarakan Kongres Pemuda Nusantara dan menelurkan Sumpah Pemuda yang ama terkenal itu.

Sekarang perjuangan berlandaskan nasionalisme itu perlu direka-ulang dalam diri para pemuda Indonesia. Semangat kebersamaan dan tekad bersatu padu dalam wadah NKRI, harus ditumbuh-kembangkan lagi. Rekonstruksi nilai-nilai Sumpah Pemuda pada era teknologi sekarang ini, harus menjelma menjadi kekuatan dan semangat membangun. Ada tantangan yang segera harus dijawab para pemuda ialah meningkatkan dan memelihara Ketahanan Pangan Nasional. Para pemuda diharapkan mampu berinovasi dalam meningkatkan produktivitas pertanian, perkebunan, dan  permaritiman. Potensi Indoneia dalam ketersediaan bahan pangan, sangat besar bahkan terbesar di Asia. Peran pemuda sekarang antara lain, mengubah potensi itu menjadi produk berkualitas tinggi.

Menteri Kesehatan, Nila F. Djuwita Moeloek,  meminta para pemuda menciptakan cara baru yang cerdas dalam pengolahan pangan beradaptasi dengan teknologi. Tantangan itu sebenernya sangat sederhana, populis, dan tidak bermuatan politik sama sekali. Namun imbauan itu berangkat dari kenyataan, mutu pangan yang dikonsumsi sebagian besar rakyat Indonesia sangat rendah. Padahal, mutu pangan sangat berpengaruh terhadap kondisi bayi sejak dalam kandungan. Kandungan gizi pada pangan yang tidak memadai, bila dikonsumsi perempuan yang tengah hamil, biasanya melahirkan anak yang lemah bahkan beertubuh lebih  pendek dari ukuran normal.(stunting).

Selama ini masih banyai perempuan hamil yang kekurangan energi kronis dan anak balita yang bertubuh kurus.  Menurut  Menteri Nila, pemerintah berusaha memberikan makanan bergizi bagi rakyat yang kekurangan. Melalui pos yandu dan berbagai gerakan, Kementerian Kesehatan  tahun 2016 membagikan 5.554,7 ton makanan tambahan bagi 514.320 anak balita. Tahun 2017 hingga Juni, 206.303 anak balita mendapat makanan tambahan 2.225,1 ton. Sedangkan 4.952,2 ton makanan tambahan diberikan kepada 550.248 ibu hamil. Tahun ini sampai Juni 158.223 ibu hamil mendapat makanan tambahan 1.424 ton.

Pembagian makaan tambahan bernilai gizi tinggi itu sangat membantu para ibu hamil dan anak balita. Akan tetapi pemberian makanan bergizi secara langsung itu tidak dapat dilakukan terus menerus. Kegiatan itu hanya berupa gerakan yang dilakukan pemerintah yang betrsifat sementara. Pemerinrah seharusnya memberikan pelajaran (edukasi) bagi semua rakyat dalam mengolah dan mengonsumsi makanan. Dalam hal itu pemerintah tidak mungkin menjangkau semua rakyat. Pemerintah membutuhkan bantuan para pemuda di lingkungan yang lebih kecil. Para pemuda setempatlah yang harus mampu berinovasi meningkatkan gizi masyarakat.

Dengan memanfaatkan teknologi, para pemuda dapat mendorong masyarakat di lingkungannya, menghasilkan dan mengolah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi. Vietnam yang masih baru lepas dari peperangan panjang, kini mampu meninggalkan Indonesia dalam penyediaan makanan betrgizi tinggi. Mengapa kita tidak? Mari kita gelorakan lagi semangat Sumpah Pemuda. Kita mulai dari hal sederhana, meningkatkan produktivitas dan pengolahan bahan pangan bergizi tinggi  bagi seluruh rakyat Indonesia.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X