Generasi Milenial dan Angkatan 28 Dari Angkatan 28 ke Milenial

photo author
- Minggu, 29 Oktober 2017 | 08:45 WIB
opini anda
opini anda

ADA jeda waktu hampir 89 tahun antara gerakan kebangsaan yang dilakukan pemuda Angkatan 1928 dan gerakan politik pemuda Angkatan 2017. Kiprah pemuda Angkatan 20 – 28, bahkan sampai tahun 1945, tidak usah kita bicarakan lagi. Generasi itu merupakan Generasi Emas. Gerakan meraka mampu membangun sebuah bangsa dan negara. Mereka dapat mempersatukan berbagai paham politk, gama, suku, dan budaya yang amat beragam. Semuanmya terwadahi dalam satu pasu emas.Mereka tidfakl punya sasaran-antara kecuali sasaran akhir yakni terbentuknya bangsa dan negara  yang berdaulat, terbebas dari penjajahan.

Rentang waktu yang panjang disertai masuknya buya luar, baik yang positif maupun negative, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, semua itu membentuk sebuah generasi yang sarat ilmu pengetahuan, tingkat modernitas tinggi berbasis iptek. Kiprahnya dalam dunia politik juga sangat tinggi. Mereka sadar, dunia politik merupakan jalan paling mulus dalam mengejar kein ginan politiknya.  Menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada ) 2018, misalnya,  cukup banyak politisi muda usia yang terang-terangan masuk bursa calon kepala daerah.  Sebagai bakal calon Gubernur Jawa Barat, parpol sebesar PDIP memasukkan calon berusia muda pada daftar bakal calon gubernur (bacagub/wagub)-nya.

Pemuda yang terjun ke dunia politik praktis era sekarang ini bukan hanya sebagai bakal calon gubernur/wakil gubernur tetapi juga bakal calon walikota/bupati. Dalam dunia politik praktis, kekuasaan merupakan sasaran-antara menuju kesejahteraan rakyat. Jadi kekuasaan itu sangat penting. Karena itu, mereka berjuang sekuat tenaga dalam merebut kursi gubernur, walikota, atau bupati. Meskipun harus mengeluarkan dana besar, mereka melakukan lobi politik agar mendapat dukungan parpol.

Apakah hal itu salah? Tentu saja tidak. Pada era demokrasi,  kiprah para pemuda dalam  dunia politik praktis itu, wajar bahkan harus. Jabatan presiden, gubernur, walikota, dan bupati merupakan jabatan politis. Mau tidak mau, seseorang yang ingin menduduki salah satu jabatan politik itu harus ”terjun” ke dunia politik. Yang disebut terjun ke dunia politik itu tidak berarti ia harus menjadi pengurus, kader, atau simpatisan suatu parpol. Namun ia harus mendapat dukungan parpol dengan jumlah suara cukup, sesuai dengan undang-undang. Ia mau mengorbankan jabatan, dunia usaha, bahkan kekerabatan, hanya untuk mendapat dukungan parpol.

Generasi muda yang tengah berkiprah dalam dunia politik itu merupakan generi milenial. Mereka lahir tahun 90-an. Darah muda metreka masih sangat segar. Sebauh bangsa dan negara yang diusung generasi milenia, yakin akan tumbuh menjadi bangsa dan negara sangat maju. Namun masyarakat banyak yang metrasa khawatir, para pejuang muda itu justru lebih mementingkan kedudukan. Menjadi gubernur, wwalikota atau bupati benar-benar sebagai tujuan akhir, bukan tujuan antara. Metreka lupa, jabatan politik itu hanya sebagai sarana menuju kesejahteraan rakyat.

Tolok ukur kesejahteraan rakyat itu antara lain, pertumbuhan ekonomi naik, pendidikan menghasilkan kaum intelektual mumpuni, ketahanan pangan lebih kuat, industri maju tanpa dampak negatif bagi lingkungan hidup, lapangan kerja cukup tersedia, kebudayaan terpelihara sehingga menghasilkan masyarakat yang berkarakter. Apakah para bakal calon, mampu menciptakan keadaan seperti itu? Karakter masyarakat Jawa Barat berbeda dengan karakter orang luar. Orang yang tidak memahami budaya masyarakat Jabar, tidak akan mampu mengelola pemerintrahan di Jawa Barat.

Masyarakat juga khawatir, generasi milenia ini tidak punya perhatian terhadap etika dan hukum yang berlaku, baik regional maupun nasional. Sekadar contoh, peranan kaum muda dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi, terasa masih sangat kurang. Banyak kaum muda yang malah a[patis dalam menghadapi masalah korupsi di negeri ini. Menurut aktivis Indonesia Coruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (25) seperti dimuat KOMPAS 25/10, kaum milenial sadar bahqwa korupsi itu dapat menghancurleburkan bangsa dan Negara. Namun meraka merasa tidak pernah mendapat rule-model atau teladan dari generasi sebelumnya. Banyak oknum generasi pramilenial itu yang justru menjadi pelaku korupsi.

Para bakal calon gubernur, walikota, bupati yang sekarang tengah berjuang mencapai kedudukan politis itu, seyogianya tidak harus terus menerus menunggu contoh dan teladan generasi sebelumnya. Mulailah dari diri masing-masing melawan, setidak-tidaknya, mengharamkan korupsi itu bagi diri dan keluarganya. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X