PERIODE Januari – September 2017, Jawa Barat merupakan provinsi penyumbang terbesar nilai ekspor nasional. Pada periode itu kontribusi ekspor Jabar mencapai Rp 21,5 miliar dolar AS (17,43%) sehingga perdagangan Indonesia surplus 10,87 miliar dolar AS. Tempat kedua diduduki Provinsi Jawa Timur dengan nilai kontribusi Rp 13,7 milar dolar AS (11,14%). Provinso Jawa Tengah menempati urutan ketiga dengan nilai kontribusi ekspor 12,8 miliar dolar AS atau 10,4%.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhardiyanto, angka surplus itu naik 69,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Namun nilai ekspor September 2017 turun dibanding bulan sebelumnya sampai 4,51 persen.Penurunan nilai ekpor itu akibat turunnya ekspor migas. Pada September 2017 neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok mengalami defisit hingga 10,23 miliar dolar AS. Sedangkan perdagangan dengan India dan Amerika Setrikat surplus masing-masing 1,76 miliar dolar AS dan 2,26 miliar dolar AS. Secara keseluruhan volume perdagangan Indonesia surplus 14,54 miliar dolar AS sedangkan impor 12,78 miliar dolar AS.
Nilai ekspor Indonesia diprediksi akan naik secara signifikan didorong dengan makin mencuatnya produktivitas industri kreatif dan hasil pertnian baik sebagai komoditas ekspor maupun sebagai bahan baku industri. Tren naiknya nilai ekspor dipacu juga dengan makin tertatanya infrastruktur. Mobilitas manusia dan arus barang semakin lancar dengan selesainya jaringan jalan tol, bandara, dan pelabuhan di berbagai provinsi di Indonesia. Di Provinsi Jabar nilai ekspor akan terus naik apabila pembangunan infrastruktur berjalan lancar dan berada pada skala prioritas. Pembangunan Jalan Tol Cisundawu, Cileunyi-Tasik-Banjar, Pelabuhan Laut Internasional Patimban, dan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) serta kereta api cepat Jakarta-Bandung, merupakan pemacu arus perdagangan berbasis ekspor. Hasil pertanian dari sentra-sentra pertanian serta berbagai barang hasil kerajinan rakyat yang bernilai ekspor tinggi dari Tasikmalaya, Garut, Kuningan, Cirebon, dan sebagainya akan terdistribusikan dengan cepat dan murah.
Potensi Jawa Barat dalam mendongkrak nilai ekspor nasional masih sangat besar. Subsektor pertanian, kelautan, industri kreatif, dan industri manufaktur masih dapat ditingkatkan. Potensi itu akan terealisasikan apabila komitmen pemerintah pusat tentang pembangunan infrastruktur di Jabar lebih ditingkatkan lagi. Belum lagi potensi kepariwisataan, Jabar memiliki segalanya yang berkaitan dengan turisme, baik alam, kebudayaan, maupun kuliner dan souvenir. Tampaknya penanganan atau katakanlah komitmen pemerintah terhadap peningklatan kepariwisataan masih rendah. Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara ASEAN lainnya.
Menurut Deputi Senior Gubernur BI, M. Adityaswara,seperi dimuat PR 17/10, sumbangan devisa Indonesia kalah jauh dibanding Malaysia dan Thailand. Indonesia baru menghasilkan devisa 11,3 miliar dolar AS. Sedangkan Malaysia dapat mengantongi devisa 18,1 miliar dolar AS. Apalagi Thaliland yang menempati urutan utama di ASEAN dengan pendapatan 49,9 miliar dolar AS. Hal itu merupakan tantangan bagi pemeribntah. Indonesia harus mampu meacu masuknya wisatawan asing. Dibanding Thailand dan Malaysia, Indonesia memiliki potensi jauh lebih besar. Namun potensi itu akan tetap menjadi potensi tanpa komitmen yang jelas pemerintah dan pemangku kepentingan nonpemerintah.
Jawa Barat memiliki masa depan sangat cerah dalam dunia kepariwisataan. Sebentar lagi Jabar memiliki destinasi wisata berskala internasional, Ciletuh Geo Park di Palabuanratu, Sukabumi. Jalan Tol Ciawi-Bogor-Sukabumi, revitalisasi dan perluasan jaringan rel kereta api Bandung-Cianjur-Sukabumi-Bogor, pembangunan arteri lingkar selatan, serta konektivitas utara-selatan, selatan-selatan, dan barat-timur sepanjang pantai selatan, periwisata akan tumbuh pesat. Apabila pembangunan infrastruktur yang didanai pusat tetap lelet seperti sekarang, jangan harap Ciletuh dapat tersentuh para pelancong internasional. ***