Otonomi Daerah dan Kualitas SDM

photo author
- Minggu, 20 Agustus 2017 | 08:45 WIB
opini anda
opini anda

SECARA umum, serapan anggaran daerah  terus meningkat. Mulai terjadi sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Belanja pemerintah dan belanja pembangunan di beberapa daerah  semakin sesuai dengan peraturan. Namun masih ada beberapa daerah yang penyerapan anggarannya masih sangat kecil.Lambatnya penyerapan anggaran di daerah terutama disebabkan proses administrasi, birokrasi, dan penganggaran yang cukup panjang. Kuncinya pada percepatan proses administrasi penganggaran dan kepastian hukum. Hal itu dikemukakan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng di Jakarta (KOMPAS-15/8).

Daya serap paling lamban yang dilakukan daerah terjadi di Kalimantan Utara dan Papua. Di Kaltara, penyerapan anggaran sampai Juli 2017 baru mencapai 27,17 persen. Menurut Gubernur Kaltara Irianto Lambire, hal itu terjadi karena sumber daya manusia (SDM) di semua SKPD provinsi itu jauh tertinggal dibanding provinsi lain. Kurang mampunya para pejabat  SKPD berakibat pada lambannya perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta penganggaran. Gubernur Lembire melihat kualitas SDM di 30 SKPD sebagai faktor utama rendahnya   daya serap anggaran. SDM yang memiliki kualifikasi proses lelang masih minim. Mereka juga tidak benar-benar memahami aturan dan administrasi, termasuk kodivikasi anggaran.

Tingginya dana APBD yang tidak terpakai berakibat pembangunan di daerah itu cenderung statis. APBD Kaltara taun anggaran 2017 sebesar Rp 2,98 triliun. Hingga akhir Juli 2017 hanya terserap 27,17 persen. Sisanya tersimpan di bank padahal banyak proyek yang sudah dikerjakan, dananya belum cair. Akibatnya rencana pembangunan tidak dapat dieksekusi pada waktunya.

Hal yang hampir sama, terjadi pula di Papua. Penyerapan anggaran di Provinsi Papua pada smester I tahun 2017 hanya terpakai Rp 3,1 triliun dari anggaran Rp 15,08 triliun. Dana hampir Rp 12 triliun tidak termanfaatkan secara tepat waktu dan tepat sasaran. Alasan mendasarnya, menurut Kepala BPPD Papua, karena terjadi perubahan nomenklatur sejumlah instansi. Alasan lain, banyak pengembang yang belum siap menggunakan program berbasis teknologi elektronik.

Keterlambatan penyerapan anggaran berakibat fatal terutama pada dinamika pembangunan di daerah. Daerah lain merasa mengalami kekurangan anggaran sedangkan di beberapa daerah anggaran itu justru menumpuk di bank. Artinya, pemerataan pembangunan itu bukan semata-mata terkletak pada penyebaran anggaran. Banyak faktor yang harus segera dibenahi agar upaya pemerataan pembangunan segera tercapai. Pemerataan pembangunan yang kemudian akan berpengaruh pada pemerataan kesejahteraan rakyat, menjadi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerataan pembangunan berpengaruh terhadap laju urbanisasi. Pembangunan di daerah merupakan satu-satun ya jawaban atas pertanyaan, mengapa laju urbanisasi ddi Indonesia sangat deras.

Seperti dikemukakan Gubernur Kaltara, kata kuncinya ialah sumber daya manusia. Perangkat daerah di beberapa daerah, terutama yang jauh dari pusat pemerintahan, masih belum benar-benar dapat diandalkan. Pemerintah pusat bertanggung jawab dalam peningkatan kualitas tenaga kerja di pemerintah daerah. Meskipun banyak lulusan STPDN dari daerah itu yang kemudian bekerja di daerahnya masing-masing, secara kualitatif, kebanyakan belum benar-benar siap. Seyogianya tidak ada lagi SDM yang ”dipaksakan” masuk pemerintahan di daerah hanya karena ia termasuk putra daerah.

Otonomi daerah yang kita sepakati bersama, tidak lantas membiarkan daerah tertinggal tetap tertinggal. Otonomi daerah tidak harus membatasi mobilitas penduduk dan  mutasi tenaga kerja. Daerah otonom itu justru harus didukung dengan penempatan SDM berkualitas secara merata. SDM di daerah harus terus dibina dan karirnya terus didorong. Para lulusan STPDN atau sarjana disiplin ilmu lain, jangan langsung ditempatkan di daerah yang sedang berkembang atau Daerah Otonom Baru (DOB). Mereka harus digodok di kota-kota besar atau di daerah maju. Sehingga mereka mendapat pelajaran dan pengalaman kerja yang nanti diterpakan di daerahnya.

Pendidikan atau penataran di daerah tidaklah cukup. Keterbatasan mentor, kekurangan alat peraga, menjadi kendala yang cukup serius. Secara bergiliran, para tenaga muda di daerah diwajibkan ikut magang di pemerintahan, baik di kota/kabupaten, provinsi yang telah maju, di instansi-instansi pemerintah pusat bahkan di luar negeri. Mereka yang potensial di daerah harus diberi prioritas mengikuti pemagangan di luar negeri.

Potensi SDM daerah itu besar, tinggal bagaimana mendorong mereka menjadi SDM berkualitas, mandiri, danm punya daya juang tinggi bagi daerahnya. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X