Dari Budaya Kerbau ke Budaya Sapi

photo author
- Rabu, 2 Agustus 2017 | 09:33 WIB
opini anda
opini anda

”ANEH” itulah mungkin ungkapan  paling pas yang ingin disampaikan Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar. Bapak Wagub yang pernah jadi ”copet” dan ”jenderal” itu merasa heran. ”Jabar penghasil bibit ternak terbaik, tapi peternak sapi tidak bisa penuhi kebutuhan konsumsi Jabar,” katanya pada saat menghadiri kontes ternak di Cilawu, Garut.

Keheranan Demiz itu berdasarkan data yang ada di Pemda Jabar, kebutuhan daging sapi di Jabar sampai 107.050 ton pertahun. Sedangkan sapi siap potong di peternak Jabar hanya tersedia 40.821 ton atau setara dengan 214.000 ekor sapi. Benar, tahun ini ketersediaan sapi potong meningkat akan tetapi tidak terlalu siginifikan. Sapi siap potong hanya sekira 50.000 ton, kurang dari setengah jumlah kebuituhan akan daging sapi.

Menurut Demiz, bisa jadi ada kesalahan mendasar sehingga kebutruhan akan daging sapi di Jabar jauh dari terpenuhi. Bisa jadi bibit unggul hasil pembibitan sapi Jabar banyak yang ”lari” ke luar Jabar. Jatim dan Jateng sudah  dapat memenuhi konsumsi masyarakat setempat bahkan Jabar mendapat kiriman sapi potong atau daging dari Jatim. Kesalahan mendasar, seperti dikhawatirkan Demiz,bibit hasil pembibitan Jabar, dijual ke luar sedangkan para peternak justru melakukan penggemukan sapi yang didatangkan dari luar. Demiz meminta semua institusi yang bnerkaitan dengan peternakan sapi, segera melakukan langkah-langkah strategis. Antara lain menjaga bibit unggul hasil insemenasi Jabar, tidak dijual ke luar. Para peternak atau penghasil bibit sapi unggul, justru berusaha mengembangkan bibit sapi itu di Jabar.

Kebutuhan akan daging sapi selalu muncul menjelang Hari Raya Kurban. Tiga buan sebelum Kurban, panitia dari berbagai mesjid, sudah berlomba mencari sapi. Sampai tanggal 20 Juli kemarin, harga sapi belum bergerak naik, ratra-rata Rp19 juta untuk ukuran sedang. Namun harga itu tampaknya akan bergerak naik karena ketersediaan sapi di peternak sangat terbatas. Para peternak sapi di Jabar hanya mampu memenuhi 38,13 persen dari kebutuhan sapi. Sisanya menunggu pasokan para pedagang ternak dari Jatim dan Jateng.

Kekurangan sapi lokal di Jawa Barat bukan masalah baru. Masalah  itu selalu  mengemuka tiap saat, khususnya menjelang Idul Kurban. Hal itu terjadi bukan karena institusi terkait tidak bekerja. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar, Dody Firman Nugraha mengemukakan, upaya ke arah swasembada daging sapi itu terus dilakukan. Tahun 2017 ini Jabar menargetkan inseminasi 81.761 ekor yang terealisasi hanya 76.300 ekor sapi. Kebuntingan sapi ditargetkan hampir 30 ribu ekor. Realisasinya di atas target yakni 39.855 ekor dengan kelahiran 23.234 ekor.

    Pemprov Jabar juga memberikan anggaran Rp 1,635 miliar untuk 109 kelompok ternak. Disediakan pula anggaran Rp 19,6 miliar  untuk 123 kelompok usaha masyarakat. Artinya, Jabar masih sangat terbukla bagi para peternak dan perushaan lain yang berkaitran dengan peternakan. Peternakan merupakan lahan usaha yang sangat mengun- tungkan. Kebutuhan akan daging sapi dipastikan akan terus meningkat. Anehnya, warga Jabar, khususnya para petani dan peternak di Jabar kurang begitu tertarik dengan beternak sapi padahal potensinya sangat besar. Bibit sapi unggul merupakan hasil rekayasa genetik para ahli peternakan di Jabar. Lahan pangonan masih sangat luas, begitu pula lahan untuk penanaman pakan masih tersedia ribuan hektar.

Lalu apa akar masalahnya? Harus dilakukan penelitian konverhensif, terutama yang berkaitan dengan budaya masyarakat. Orang Jawa Barat pada dasarnya, kurang begitu akrab dengan sapi. Para petani dan msyarakat perdesaan, terutama di daerah Priangabn, lebih suka memelihara kerbau daripada sapi. Kerbau bagi warga Priangan selain dagingnya dapat dimakan, tenaganya juga sangat diperlukan. Para petani membajak sawah—sekali lagi di Priangan—lebih banyak menggunakan tenaga kerbau. Ketika mereka melakukan kenduri, kebanyakan menyembelih domba atau kerbau daripada menyembelih sapi. Di Jawa Barat, daging domba atau kambing jauh lebih popular daripada daging sapi.

Betrdasarkan kebiasaan masyarakat Jabar tersebut, peternakan tidak harus terfokus pada pemeliharaan dan pengembangan sapi. Doronglah para perekayasa genetik kita menjadi pemasok bibit unggul ternak sapi. Bukan hanya peternak sapi di Jateng dan Jatim saja yang memerlukan bibit unggul ternak mereka. Silakan mereka membeli bibit unggul sapi dari Jabar. Persilakan pula warga Jabar membeli sapi untuk keperluan kurban dari luar Jabar. Kebutuhan daging sapi untuk keperluan sehari-hari, akan dapat terpenuhi dari sentera-sentra penggemukan sapi di Jabar. Ajaklah warga Jabar kembali menjadi konsumen daging kambing atau domba di samping daging unggas.

Kalau kita tetap ingin para peternak Jabar menjadi peternak utama yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sapi, upaya kita harus diawali dengan niat mengubah budaya masyarakat. Gantilah kebiasaan memelihara kerbau dengan beternak sapi. Perubahan budaya membutuhkan tenaga penyuluh, biaya, dan waktu. Apabila tidak segera dimulai, Jabar akan tertinggal disbanding provinsi lain dalam bidang peternakan sapi. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X