nasional

Pakar Perdagangan : "Efek Domino Kenaikan Harga BBM, Menggiring Harga Konsumsi Lainnya Di Pasaran Global Ikut Meningkat"

Senin, 21 Februari 2022 | 09:30 WIB
Pakar Perdagangan :

Bisnis Bandung, (BB) --- Pakar Peradagangan Internasional dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, Ph.D. menegaskan, berdasarkan informasi dari website PT. Pertaminan (Persero) per 12 Februari 2022, harga BBM yang mengalami kenaikan hanya Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.
 
Sedangkan untuk Pertalite, Pertamax tidak mengalami kenaikan. Pertalite tetap berada di Rp7.000,00 - Rp8.000,00 sedangkan Pertamax tetap berada di Rp9.000,00-Rp9.200,00. Hal ini merupakan berita gembira bagi pengguna energi khususnya untuk golongan menengah bawah yang sebagian besar menggunakan BBM Pertalite dan Pertamax yang berada di kisaran 60-75% pemilik kendaraan di Indonesia.
 
Sedangkan untuk BBM dengan kualitas yang baik yang biasanya digunakan oleh pemiliki kendaraan pribadi/publik terbaru dengan golongan pendapatan menengah ke atas seperti Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex mendekati nilai keekonomiannya. Berdasarkan kebijakan tersebut, tampaknya PT. Pertamina mempertimbangkan dengan baik jika harga BBM naik akan menganggu momentum dan menjadi bumerang bagi stabilisasi konsumsi selama masa pemulihan ekonomi, tegasnya kepada Bisnis Bandung (BB), di Bandung
 
Yayan Satyakti mengungkapkan, jika kita bandingkan antara harga BBM PT. Pertamina dengan Shell Indonesia untuk harga setara Pertalite seperti Shell Super (RON90) harga keekonomian sudah mencapai Rp12.990 per liter. Sedangkan jika kita bandingkan dengan British Petroleum-Indonesia (BP) RON 90 setara Pertalite harga per liter sebesar Rp12.500. Untuk harga BBM setara Pertamax, seperti BP RON92 sebesar Rp12.990. Jika kita bandingkan antara harga jual BBM Pertamina dengan BBM BP Indonesia harga Pertalite dan Pertamax lebih murah 30% dibandingkan dengan harga keekonomisannya. Selisih harga ini bisa dimungkinan sebagai subsidi atau distribusi marjin profit selama pandemi tahun 2020 dimana PT. Pertamina memperoleh marjin yang lumayan selama harga minyak internasional mengalami penurunan yang drastis hingga US$40 per barrel. Pada saat ini harga internasional untuk gasoline yang setara dengan Pertalite dan Pertamax berdasarkan data Departement of Energy (DOE) of United States yaitu berada di kisaran Rp6.000 - Rp8.000 per liter. Ada selisih sebesar Rp1.000 - Rp2.000 dari profit marjin yang diterima oleh PT. Pertamina karena selisih harga domestik dengan harga internasional.
 
Jika kita melihat pada kondisi pasar internasional saat ini, harga minyak mentah Internasional baik Brent maupun West Texas Intermediate harga minyak sudah naik 2 kali lipat dari US$40/barrel yaitu sebesar US$80-US$90/barrel. Bahkan berdasarkan data harian, harga minyak mentah internasional sempat mencapai US$100/barrel. Idealnya jika kita melihat pada situasi ini harga minyak internasional mengalami tingkatan tertinggi. Hal ini disebabkan meningkatkan permintaan untuk energi untuk pemulihan ekonomi. Sementara supply global minyak mentah masih tidak menentu karena ketidak seimbangan penanggulangan pandemi (Global Supply Chain Disruption) yang berbeda-beda disetiap negara menyebabkan delay distribusi internasional dari BBM seluruh dunia. Hal ini ditengarai dengan kebijakan Amerika Serikat melalui U.S. Strategic Petroleum Reserve telah mengeluarka 50 juta barrel minyak mentah dari Stockpilling Reserve yang dimiliki pada akhir bulan Desember 2021 kemarin. Akan tetapi walaupun Amerika Serikat mengeluarkan Oil Stockpiling Reserve, harga minyak masih tetap bertengger di US$80, bahkan terus meningkat seiring dengan adanya eskalasi Russia - Ukraine yang memberikan dampak signifikan terhadap kenaikan harga karena mobilitas perang akan meningkatkan permintaan BBM.
 
Walaupun tampaknya seolah-olah itu isu global, bagaimana hal tersebut berdampak ke Indonesia? Jika kita lihat situasi pasar energi Indonesia yang sudah net importir minyak. Peningkatan harga minyak internasional yang signifikan ini akan membebani terhadap subsidi energi seperti konsumsi BBM yang kita impor dari Timur Tengah baik untuk sektor transportasi atau sektor pembangkit seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel. Kenaikan harga BBM internasional akan meningkatkan impor dan menggerus devisa Indonesia dimana posisi saat devisa Indonesia relatif stabil walaupun selama masa pandemi.
 
Sebagai efek domino dari kenaikan harga BBM ini telah menggiring harga konsumsi lainnya di pasaran global ikut meningkat. Seperti harga Crude Palm Oil yang juga meningkat karena kebutuhan energi dan konsumsi global sehingga meningkatkan harga internasional. Peningkatan harga ini mendorong para eksportir Indonesia lebih fokus untuk melayani pasar internasional dibandingkan dengan pasar domestik. Sehingga menyebabkan kasus kelangkaan minyak goreng domestik saat ini.
 
Mudah-mudahan kondisi krisis energi global ini segera berakhir seiring dengan menurunnya permintaan minyak di pasaran Eropa dan Amerika Serika karena masa musim dingin yang segera berakhir hingga awal bulan April 2022. Hal ini akan mendorong harga minyak lebih stabil sehingga tidak akan menganggu terhadap pemulihan ekonomi pada tahun ini yang tampaknya menggemberikan terlihat dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 kemarin sebesar 3.69%, pungkasnya kepada BB.  (E-018)***

Tags

Terkini