Bisnis Bandung, (BB) --- Pengamat/Dosen Prodi Perdagangan Internasional FISIP Universitas Widyatama, Denny Saputera S.E., M.M mengemukakan, tembakau merupakan bahan baku utama dalam membuat rokok dan sumber daya alam nabati dari hasil perkebunan. Dalam penelitian (Glio, 2017) Spesies utama Nicotiana Tabacum dan Nicotiana Rustica yang paling banyak dimanfaatkan dan dikembangkan karena bernilai ekonomis tinggi. Indonesia berada pada peringkat keenam dunia dalam produsen tembakau di bawah Cina (42%), Brazil (11%), India (10,6%), Amerika (4,6%) dan terakhir Malawi dengan 3.02%.
Berdasarkan data dari (APTI) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia tercatat luas lahan tembakau di 15 provinsi di Indonesia seluas 245.000 hektar. Industri tembakau tercatat sebagai sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. jumlah tenaga kerja yang terserap dalam industri tembakau sejumlah 1.7 juta pekerja atau 39,71% Kontribusinya terserap dalam dunia kerja jika dibandingkan dengan industri manufaktur dan distribusi yang tercatat 4,28 juta.
Indonesia merupakan negara dengan konsumsi rokok terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan India dan di ASEAN Indonesia menempati posisi teratas, perokok didominasi oleh laki-laki 65%, paparnya kepada Bisnis Bandung (BB), di Bandung.
Perilaku merokok merupakan penyumbang utama terhadap terjadinya penyakit dan kematian akibat penyakit tidak menular. Dampaknya berupak perilaku buruk baik yang dirasakan oleh perokok aktif maupun orang-orang yang ada di sekitarnya (perokok pasif). Bagi seorang ibu perilaku merokok secara langsung maupun tidak langsung dapat berdampak buruk pada kesehatan keluarga terutama pada anak-anaknya.
Berdasarkan Penelitian (Purwati) Rokok merupakan salah satu produk terbesar yang memiliki peminat tertinggi di kalangan masyakat Indonesia, yang menimbulkan beban ekonomi dan kesehatan yang besar untuk Indonesia. Konsumsi tertinggi rokok di Indonesia yaitu berada pada kalangan orang-orang yang kurang mampu, yang menyebabkan masyarakat Indonesia sulit lepas dari jerat kemiskinan.
Denny Saputera S.E., M.M mengimbuhkan, produk olahan Industri Tembakau (HTI) dapat berupa sigaret, cerutu, tembakau iris, rokok daun klobot. Data dari Kementrian Perindustrian, jumlah produksi tembakau nasional 2019 mencapai 190.000 sampai 200.000 ton pertahunnya. Sedangkan kebutuhan dalam negeri mecapai 320.000 sampai 330.00 ton pertahunnya. Ibarat dua sisi mata utang HTI dihadapkan pada keadaan yang dilematik dan kontoversi, industri ini dapat menyerap banyak tenaga kerja tetapi di sisi lain produk tembakau menimbulkan eksternalitas negatif bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
Mengingat besarnya skala eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari produk tembakau perlu adanya tindakan masif untuk mengurangi efek negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya yang ditimbulkan produk tembakau. Jika memungkinkan memberikan efek jera bagi perokok. Opsinya berupa instrumen yang dapat digunakan sebagai kebijakan berdasarkan pasar yaitu kebijakan pengenaan cukai atas hasil tembakau dengan tujuan untuk mengendalikan komsumsi (to discourage comsumption), apabila beban cukai diterapkan dalam standar besaran yang tepat maka akan membentuk pola konsumsi masyarakat cenderung akan menurun, disebabkan pola behaviour konsumsi masyarakat price sensitively. Penerimaan negara dari hasil cukai tembakau masuk dalam kategori penyumbang terbesar, 96% proporsi penerimaan cukai ditopang oleh cukai IHT.
Pada tahun 2022 nanti Kementrian Keuangan mengumumkan tarif terbaru Cukai Hasil Tembakau (CHI) naik dengan rata-rata 12% yang lebih rendah dibandingkan tahun 2021 sebesar 12,5%,.Peningkatan tarif cukai tersebut akan berdampak pada kenaikan harga rokok yang mulai efektif berlaku pada tanggal 01 Januari 2022. Terdapat setidaknya 4 poin pokok dalam kebijakan tarif cukai rokok 2022 yaitu :
- Penyesuaian tarif cukai dan batasan minimum harga jual eceran (HJE) seluruh jenis sigaret rata-rata tertimbang 12% dengan kenaikan tarif untuk SKT maksimal 4,5%.
- Penyederhanaan struktur tarif menjadi 8 layer. Diberlakukan simplifikasi Golongan IIA dan IIB jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
- Optimalisasi kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Rokok (DBH CHT) 2022.
- Penyesuaian tarif cukai dan batasan minimum Harga Jual Eceran (HJE) bagi jenis Rokok Elektrik (RE) dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sebesar 17,5%, dengan tarif cukai spesifik.
Kementrian Keuangan 2020 menargetkan implementasi kebijakan CHT tersebut dapat menurunkan konsumsi rokok 3% pertahun di Indonesia. Pada tahun 2020 saat indeks harga rokok meningkat sampai 12,6%, berdampak pada konsumsi rokok yang turun sampai 9,7% dibanding tahun 2019. Untuk pembagian alokasi Dana Bagi Hasil CHT hanya sedikit berbeda yang berlaku pada tahun 2021, pembagian alokasi Dana Bagi Hasil CHT 25% untuk sektor kesehatan, 25% untuk penegakan hukum, serta 50% untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan keterampilan kerja dan kualitas bahan baku.
Data publikasi berdasarkan Kementrian Keuangan mengenai Harga Rokok tahun 2022 yang akan naik berdasarkan jenisnya, implementasi kebijakan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) mulai 1 Januari 2022 akan menyebabkan kenaikan harga rokok di tingkat eceran dengan rincian nilai yaitu :
- Harga rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan I tarif cukai 985 Kenaikan : 13,9% Minimal harga jual eceran perbatang : Rp 1.905 Harga jual eceran perbungkus (20 batang) : Rp 38.100
- Harga rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan II A tarif cukai 600 Kenaikan : 12,1% Minimal harga jual eceran perbatang : Rp1.140 Harga jual eceran perbungkus (20 batang) : Rp 22.800
- Harga rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan II B Tarif cukai 600 Kenaikan : 14% Minimal harga jual eceran perbatang : Rp 1.140 Harga jual eceran perbungkus (20 batang) : Rp 22.800
- Harga rokok jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) Golongan I Tarif cukai 1.065 Kenaikan : 13,9% Minimal harga jual eceran perbatang : Rp 2.005 Harga jual eceran perbungkus (20 batang) : Rp 40.100
- Harga rokok jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) Golongan II A Tarif cukai 635 Kenaikan : 12,4% Minimal harga jual eceran perbatang : Rp 1.135 Harga jual eceran perbungkus (20 batang): Rp 22.700
- Harga rokok jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) Golongan II B Tarif cukai 635 Kenaikan : 14,4% Minimal harga jual eceran perbatang : Rp1.135 Harga jual eceran perbungkus (20 batang): Rp 22.700
- Harga rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) Golongan I A Tarif cukai 440 Kenaikan : 3,5% Minimal harga jual eceran perbatang : Rp 1.635 Harga jual eceran perbungkus (20 batang) : Rp 32.700
- Harga rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) Golongan I B Tarif cukai 345 Kenaikan : 4,5% Minimal harga jual eceran perbatang : Rp 1.135 Harga jual eceran perbungkus (20 batang) : Rp 22.700
- Harga rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) Golongan II Tarif cukai 205 Kenaikan : 2,5% Minimal harga jual eceran perbatang: Rp 600 Harga jual eceran perbungkus (20 batang) : Rp 12.000
- Harga rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) Golongan III Tarif cukai 115 Kenaikan : 4,5% Minimal harga jual eceran perbatang : Rp 600 Harga jual eceran perbungkus (20 batang) : Rp10.100. (E-018)***