nasional

Menantu Jadi Panglima TNI Hendropriyono: Agar Memegang Teguh Sumpah Prajurit

Jumat, 5 November 2021 | 09:43 WIB
Menantu Jadi Panglima TNI Hendropriyono: Agar Memegang Teguh Sumpah Prajurit

BISNIS BANDUNG -  Mertua Jenderal Andika, AM Hendropriyono, memohon doa agar Andika bisa menjalankan tugas dengan baik. Seperti diketahui  Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjatuhkan pilihan pada Jenderal Andika Perkasa, satu-satunya nama yang diajukan sebagai calon Panglima TNI.

"Mohon doa agar dia dapat menjalani kewajiban dan tugas untuknya dengan baik," kata Hendropriyono saat dihubungi detikcom, Rabu (3/11/2021). Hendropriyono  berharap Andika senantiasa memegang teguh Sumpah Prajurit dan Sapta Marga. "Agar tetap memegang teguh Sumpah Prajurit dan Sapta Marga," ujar Hendropriyono menegaskan. Uji kelayakan atau fit and proper test Jenderal Andika Perkasa akan digelar pada 4-5 November 2021 oleh Komisi I DPR. Hasil uji kelayakan akan  dibawa ke rapat paripurna DPR yang akan digelar pada 8 November 2021. "Jadi dalam lima hari ke depan sudah ada keputusan DPR untuk calon Panglima TNI," kata Ketua DPR Puan Maharani. Sesuai UU TNI, persetujuan DPR RI terhadap calon Panglima diurus selambat-lambatnya 20 hari setelah presiden mengirimkannya calon Panglima. Namun Puan mengatakan lebih cepat lebih baik. "Jadi kalau prosesnya bisa lebih cepat, tentu lebih baik," ujarnya. Teka-teki siapakah calon Panglima TNI akhirnya terjawab dengan surat yang dikirimkan Presiden Joko Widodo pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebelumnya santer disebut-sebut dua nama calon Panglima TNI , yakni KSAD  Jenderal Andika Perkasa dan KASAL Laksamana TNI Yudo Mardono . Surat yang diserahkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno itu berisi nama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (TNI) Andika Perkasa. "Presiden dalam suratnya hanya mengusulkan satu nama calon Panglima kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan. Melalui Pak Mensesneg, Presiden menyampaikan Surpres mengenai usulan calon Panglima atas nama Jenderal Andika Perkasa," ujar Ketua DPR Puan Maharani, di kompleks parlemen, Senayan, Rabu (3/11/2021). Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memasuki usia pensiun pada 8 November 2021. Panglima tak dilantik

Pada jaman Presiden Soekarno, ada sosok prajurit legendaris yang pernah ditunjuk Presiden Sukarno menjadi Panglima TNI ,dulu bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR), tapi tak pernah dilantik. Kisahnya berawal dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) sesaat setelah proklamasi kemerdekaan. Organisasi ini kemudian diganti namanya menjadi TKR pada 5 Oktober 1945 yang kini diperingati sebagai hari lahir TNI. Dikutip dari Detik.edu yang melansir Politik Militer Indonesia 1945-1967 Menuju Dwi Fungsi ABRI karya Ulf Sundhaussen, saat pembentukan TKR diumumkan, pada hari itu juga bekas Mayor KNIL Oerip Soemohardjo diangkat sebagai Kepala Markas Besar Umum TKR. "Karena di kalangan orang-orang bekas PETA (Pembela Tanah Air), terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah terdapat perasaan tidak senang terhadap bekas opsir KNIL, maka Oerip tidak diangkat menjadi Panglima Tentara," tulis Ulf dalam bukunya. Pada  hari berikutnya, jabatan Panglima TNI (TKR) diberikan pada perwira PETA legendaris yang memimpin pemberontakan di Blitar, Jawa Timur yang meletus pada Februari 1945, yakni Supriyadi. Ulf menganalisis pengangkatan tersebut hanya simbolis belaka. Pasalnya sejak meletusnya pemberontakan melawan Jepang, Supriyadi tak pernah terlihat lagi. Saat itu kabar keberadaan Supriyadi memang simpang siur. Ada yang mengatakan prajurit kelahiran 13 April 1923 itu tewas di tangan Jepang. Menurut T.B. Simatupang yang pernah menjabat Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) dalam autobiografinya , lebih banyak lagi yang percaya bahwa Supriyadi masih hidup dan pasti akan muncul apabila telah tiba waktunya. "Bahkan ada juga cerita-cerita, Supriyadi sedang memimpin pertempuran di sejumlah tempat, mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur," tulis T.B Simatupang. T.B. Simatupang juga menyebut sebuah kamar yang terletak di bagian depan sisi sebelah kiri Markas Besar telah disiapkan untuk Panglima Besar Supriyadi sebagai ruang kerja. Simatupang menyebut, Ruang itu dibiarkan kosong. Walaupun staf dan perwira di Markas Besar memerlukan ruangan, namun kamar itu tidak pernah dipakai, sampai Pak Dirman diangkat menjadi Panglima Besar. (B-003) ***

Tags

Terkini