nasional

Jebakan Utang Biaya Kereta Cepat Pembangunan Yang Digarap Cina Lebih Mahal Dari Tawaran JICA

Jumat, 22 Oktober 2021 | 12:00 WIB
Biaya Kereta Cepat

BISNIS BANDUNG – Pembangunan proyek Kereta Api Cepat Jakarta Bandung yang dilakukan  Cina lebih mahal dari tawaran Jepang. Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya pertama kali diajukan oleh Jepang dengan nilai investasi mencapai US$6,2 miliar, sekira 75% dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1%/tahun. Jepang menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Presiden Joko Widodo melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).

Kini pembiayaan pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dilaporkan membengkak hingga Rp 27,74 triliun dari estimasi awal sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp 86,5 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) menjadi US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun.  Jumlah sebesar itu menjadi lebih mahal dari yang ditawarkan Jepang. Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya pertama kali diajukan Jepang dengan nilai investasi mencapai US$6,2 miliar, dimana 75% dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1%/tahun. Negeri Sakura itu menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Presiden Joko Widodo melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Saking seriusnya dengan penawaran tersebut, JICA telah menggelontorkan modal sebesar US$3,5 juta sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan. Namun, di tengah proses lobi Jepang, tiba-tiba  Cina muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama. Hal itu juga mendapat sambutan baik dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno waktu itu. Pemerintah Indonesia malah memilih Cina untuk membangun proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut. Alasannya karena pihak Jepang tidak mau jika tanpa jaminan dari pemerintah, sementara Cina siap menggarap dengan skema business to business (B to B) tanpa perlu jaminan dari pemerintah. Akhirnya, proyek ini menjadi unsolicited karena tanpa keterlibatan pemerintah dalam hal pendanaan karena murni bisnis (B to B). Rini kemudian menandatangani nota kesepahaman kerja sama dengan Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China Xu Shaoshi pada Maret 2016. Cina menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar US$5,5 miliar dengan skema investasi 40% kepemilikan Cina dan 60 % kepemilikan yang berasal dari konsorsium BUMN. Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25% akan menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2%/tahun. Cina menjamin proyek kereta cepat Jakarta Bandungi tak menguras dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Penegasan semua biaya proyek kereta cepat Jakarta Bandung tanpa “menggelontorkan”uang APBN kemudian disahkan pemerintah Jokowi lewat penerbitan Perpres No. 107/2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Tapi kini yang terjadi adalah biaya pembangunan Kereta Cepat itu bengkak dari penghitungan awal. Target penyelesaiannya molor dari yang direncanakan rampung pada 2019.

Jebakan utang

Polemik terus bergulir setelah pemerintah Jokowi akhirnya meralat janjinya demi kelangsungan mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut. Jokowi membuka opsi agar APBN bisa  mendanai proyek itu dengan menandatangani Perpres No. 93/2021.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan menjadi beban bagi pemerintah. Karena, jumlah utang negara akan meningkat secara langsung maupun tidak langsung. Menurutnya, meski konsorsium yang menerbitkan utang dengan jaminan pemerintah ,namun akan terdapat risiko kontijensi yaitu risiko yang muncul ketika BUMN mengalami tekanan dan berakibat pada neraca anggaran pemerintah.

 "Ini yang disebut sebagai debt trap atau jebakan utang. Awal masalah karena proyek yang disetujui secara feasibility study atau studi kelayakan bermasalah, biaya proyek membengkak, kemudian ujungnya pemerintah harus turun tangan," ujar Bhima, Jumat lalu. Bhima menyebutkan, pemerintah akan kesulitan melanjutkan proyek tersebut. Mega proyek ini akan menyita pajak masyarakat dan menambah utang baru. Selain,  beban utang yang meningkat tentu akan membahayakan APBN dalam jangka panjang. Terlebih, pada 2022 target defisit anggaran masih berada pada level 4,85% dari PDB. "Pemerintah juga harus menanggung pembayaran bunga utang Rp405 triliun. Apakah proyek kereta cepat ini sudah diperhitungkan dalam APBN 2022," ungkap Bhima. (B-003) ***

Tags

Terkini