nasional

Surya : Heran, Petugas Tahu Di Lapas Ada ”Apotek” Tempat Jual Beli Narkoba

Sabtu, 2 Oktober 2021 | 09:15 WIB
Surya Ginting

BISNIS BANDUNG - Mantan terpidana kasus makar Paulus Suryanta Ginting mengungkapkan kondisi Rumah Tahanan Salemba—tempat ia ditahan—yang jauh dari layak. Hal itu ia bagikan melalui akun Twitter @Suryaanta, Agustus 2020 lalu . Surya mengalami banyak hal tak mengenakan, mulai dari dipaksa membayar Rp 1 juta-Rp 3 juta oleh tahanan lain, kualitas makanan dan kesehatan buruk, kehidupan penjara serba uang, jual beli kamar, hingga jual beli narkoba. Seorang narapidana pernah menawarkan narkoba kepada Surya dengan berteriak : "Om Kribo, doyan sabu enggak? Atau ganja?" dari Lantai 2 Blok A dan Blok B. Surya menolak. Dia bilang tak mau narkoba, tapi "maunya bersenggama".

Surya divonis sembilan bulan penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia dinyatakan bersalah bersama lima aktivis Papua lain, Ariana Eleopere, Dano Anes Tabuni, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, dan Issay Wenda. Seorang narapidana pernah menawarkan narkoba kepada Surya dengan berteriak, "Om Kribo, doyan sabu enggak? Atau ganja?" dari Lantai 2 Blok A dan Blok B. Surya menolak. Dia bilang tak mau narkoba, tapi "maunya bersenggama". Sontak jawaban ini membikin si narapidana pengedar tertawa. Ia dan keempat rekannya ditempatkan di Blok J18 yang terbagi tiga kamar. Kamar ketiga memiliki nama khusus 'apotek' sebab jadi tempat penjualan sabu. Yang membuat Surya tak habis pikir, "Petugas tahu soal ini. Heran kenapa kami ditempatkan di kamar J18 yang ada apotek sabu. Dikutip dari Tirto.com , cuitan Surya soal narkoba di penjara sampai juga ke telinga Yasonna. Ia lantas merespons dengan meminta Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Reinhard Silitonga untuk segera memeriksa kebenarannya. "Itu kan belum tahu benar atau tidak. Dirjen sudah saya perintahkan memeriksa ke sana," kata Yasonna beberapa waktu lalu. Terkait Cuitan Surya mengenai kapasitas Lapas , peneliti  Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Genoveva Alicia mengaku , tak terlalu terkejut dengan pengalaman Surya. Persoalan dalam rutan dan lapas tak berubah, masih memprihatinkan. Dikatakan, kasus narkoba tak bisa dilepaskan dari situasi overcrowding. Peredaran narkoba di lapas, dikondisikan oleh kapasitas berlebih. ICJR mencatat pada Maret lalu, sebelum kebijakan asimilasi untuk mencegah penyebaran COVID-19 di penjara diterapkan, jumlah penghuni rutan dan lapas di Indonesia mencapai 270.466 orang, sementara kapasitas hanya 132.335 orang. Dengan kata lain, beban rutan dan lapas mencapai 204 %. Surya sendiri mengatakan dia tidur berdesakan bersama 420 narapidana di ruang penampungan. Untuk mendapat kamar dan lapak, dia pernah dimintai uang. Jika tak punya, seperti banyak tahanan lain, mereka harus tidur di emperan lorong. Menurut Geno, overcrowding ini disebabkan oleh penindakan hukum para pengguna narkotika yang selalu berujung penjara. Pada Maret 2020, tercatat 55 %n warga binaan berasal dari pidana narkotika. "Pemerintah tidak begitu memperhatikan pangkal permasalahan kondisi overcrowding adalah kebijakan pemidanaan di Indonesia," ujar Geno . Permenkumham Nomor 11 tahun 2017 tentang Grand Design Penanganan Overcrowded pada Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan (PDF) mempertegas keterkaitan antara overcrowding dan peredaran narkoba. Halaman 42 dokumen tersebut menyatakan berjubelnya tahanan narkotika dalam rutan dan lapas disinyalir melanggengkan penyelundupan narkotika, aktivitas seksual tak sehat dan dipastikan berbanding lurus dengan prevalensi HIV/AIDS. "Permenkumham 11/2017 sebenarnya bisa jadi kunci pemerintah untuk melakukan evaluasi mendasar dari kebijakan pidana di Indonesia," ujar Geno. Staf Advokasi Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (Elsam) Sekar Banjaran Aji , menilai Yasonna tidak mampu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap upaya reformasi hukum pidana, reformasi ketentuan pidana dalam RKUHP dan UU terkait Pidana di luar KUHP dan mengefektifkan pidana denda serta alternatif pemidanaan non-pemenjaraan lain. Sekar menyebut, Yasonna belum mendorong kebijakan yang dapat benar-benar mengurangi overcrowding dan mengubah kebijakan punitif khususnya bagi pengguna dan pencandu narkotika. "Contohnya di RKUHP,  Pak Yasonna ingin mempercepat [pengesahan] tanpa peduli aturan tersebut punitif atau tidak," ujar Sekar. "Menyelesaikan overcrowding sebenarnya meringankan beban pemerintah, baik beban SDM yang harus dikerahkan untuk mengawasi maupun beban anggaran yang mesti dikeluarkan," tuturnya.  RKUHP gagal disahkan DPR periode 2014-2019 di akhir masa tugasnya. Sebelum ditunda, Yasonna pernah mengatakan tidak akan membatalkannya apalagi menyusunnya ulang. "Kami ulang kembali ini... ah no way! Sampai lebaran kuda enggak akan jadi ini barang," kata Yasonna, waktu itu. (B-003) ***

Tags

Terkini