nasional

Ikhsan: Tak Bisa Diterima Akal Sehat Korupsi Semakin Terorganisir Tidak Ada Yang Ditabukan  

Kamis, 30 September 2021 | 17:15 WIB
MAKI

BINIS BANDUNG - Wakil Sekjen MUI Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah menyebutkan, korupsi semakin terorganisir dan rapi. Korupsi bisa dilakukanmulai dari pengusaha hingga pejabat negara sekaliber menteri. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku tak habis pikir proyek pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), diduga dikorupsi. MUI menilai korupsi dana pembangunan masjid tak bisa diterima akal sehat.

"Dana yang dikorupsi semua tidak lagi terpilah dari proyek sarana olahraga, bantuan sosial, pengadaan kitab Al-Qur'an, hingga dana hibah pembangunan masjid. Jadi tidak ada lagi yang ditabukan, semuanya bila bisa dikorup ya dikorupsi," kata Ikhsan kepada wartawan, Kamis (23/9/2021). Ikhsan menyebut terbongkarnya dugaan korupsi dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya senilai Rp 130 miliar melengkapi deretan kejahatan korupsi di Indonesia. Para koruptor, lanjut  Ikhsan, tak memandang dana apa yang diambil untuk kantong pribadinya. "Bahkan pembangunan rumah Allah, yakni masjid pun dikorupsi. Sesuatu hal di luar batas moral dan nilai religiusitas yang kita junjung tinggi. Sepertinya sulit diterima akal sehat apalagi secara moral dana hibah untuk pembangunan masjid kok dikorupsi juga," ucap Ikhsan. Dia menilai para tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Masjid Sriwijaya harus diberi hukuman berat. Bila perlu, dihukum mati. "Perlu hukuman yang berat, termasuk  untuk korupsi bansos dan dana hibah pembangunan masjid, bila terbukti wajib dihukum mati, agar ada efek jera. Korupsi itu merusak generasi dan menghancurkan keberlangsungan kebaikan bagi manusia," ujar Ikhsan. Seperti diketahui dalam satu bulan ini kader Partai Beringin Dihantam Badai Kasus, yakni Alex Noerdin dan Azis Syamsuddin

Obat kecewa

Sementara Koordinator Masyarakat Antikoruposi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritik kinerja KPK. Kegiatan  OTT yang belakangan dilakukan KPK ,hanya sebagai obat bagi publik yang kecewa dengan kinerja mereka. "OTT sebagai gula-gula kepada rakyat, sekadar pemanis mulut," kata Boyamin , Jumat pekan lalu kepada wartawan. Hal ini semakin membuktikan kinerja KPK buruk dan kualitas kerjanya menurun,  Boyamin menyebut  dua kasus OTT di Hulu Sungai Utara Kalsel dan Probolinggo, Jawa Timur , adalah OTT yang berubah menjadi pencitraan. Oleh karena itu, Boyamin menyarankan agar KPK mendorong pembatalan revisi UU. "KPK harus berjuang untuk batalin revisi UU KPK, hanya ini satu-satunya jalan," ujar Bonyamin.  Sementara itu, pegiat antikorupsi Zaenur Rohman enggan berspekulasi bahwa aksi OTT selama ini untuk menutup kinerja buruk. Namun ia tidak memungkiri KPK bisa menggunakan metode tersebut. "Apakah OTT dilakukan oleh KPK itu untuk mengalihkan perhatian karena adanya semacam sorotan publik terhadap hal-hal tertentu? Ya itu mungkin saja dilakukan. Itu sangat mungkin dilakukan oleh KPK. Tidak ada hal yang tidak mungkin, tapi u susah untuk untuk bisa dipastikan," kata Zaenur.  Zaenur berpendapat, kasus Kalimantan Selatan tidak perlu ditangani KPK. Menurutnya, kasus OTT di Kabupaten Hulu Sungai Utara sebaiknya diserahkan ke penegak hukum lain dan disupervisi KPK meski segala laporan korupsi tetap harus ditangani KPK. Ia menilai KPK lebih baik fokus penanganan kasus yang lebih besar. "Kasus lebih strategis, kasus yang punya nilai penting merugikan keuangan negara dalam jumlah yang sangat besar dilakukan oleh pejabat yang memiliki kekuasaan yang sangat tinggi, yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Itu harus diprioritaskan oleh KPK. Nah, Kalsel ini saya tidak melihat sebagai kasus yang strategis," kata Zaenur. Zaenur berharap KPK tidak menggunakan OTT sebagai alat pencitraan ketika menghadapi masalah. Salah satu poin adalah dengan menangani kasus besar daripada kasus kelas teri demi menghadapi masalah kecil. Oleh karena itu, Zaenur mendorong KPK independen, memprioritaskan penanganan kasus strategis dan melimpahkan kasus yang tidak strategis ke penegak hukum lain "Tapi itu semua tidak akan terjadi saat ini, karena berbagai persoalan di KPK," ungkap Zaenur. (B-003) ***

Tags

Terkini