nasional

Blok Rokan Diharapkan Memperbaiki Lifting Migas Indonesia

Selasa, 28 September 2021 | 13:44 WIB
Pengamat :

Bisnis Bandung, (BB) --- Pakar Perdagangan Internasional Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti mengemukakan, prospek sektor migas berdasarkan tujuan ekspor pada saat ini memang sangat kompleks. Jika dilihat komposisi negara tujuan ekspor mitra dagang migas Indonesia adalah ASEAN (19-20%), Korea Selatan (4%), Jepang (2.5%), Tiongkok (sekitar 6%), Taiwan(2-3%) dan India (1.5%). Kita lihat prospek negara ini masih bergulat dengan pemulihan ekonomi dan penanganan pandemi. Amerika Serikat dan Uni Eropa yang lebih cepat pulih, hanya berkontribusi terhadap ekspor minyak kurang dari 1%. Walaupun ada peningkatan permintaan minyak yang signifikan pada tahun 2021 yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi 2020 lalu.

Dikatakan Yayan, walaupun harga minyak sudah kembali "rebound" pada tahun ini (2021) seperti tahun 2019 yaitu US$65/barrel, akan tetapi "rebound revenue" migas seperti kondisi 2019 agak berat karena negara mitra dagang Indonesia seperti ASEAN, Korea Selatan, Jepang masih bergulat dengan krisis pandemi.

Pada tanggal 9 Agustus 2021, secara resmi PT. Pertamina Hulu Energi (PT. PHE) menguasai Blok Rokan yang telah sekian lama dioperasikan oleh Chevron Pacific Indonesia. Transisi kepemilikan aset ini, merupakan salah satu upaya  meningkatkan produktivitas "lifting" migas Indonesia di tengah lesunya industri migas selama pandemi. Jika kita lihat dari posisi keuangan PT. Pertamina (Persero) 2020, laba turun 69% dibandingkan tahun 2019, terjun bebas.

Blok Rokan diharapkan dapat memperbaiki lifting migas Indonesia menjadi 1 juta barrel/hari pada tahun 2030. Saat ini produktivitas Blok Rokan memiliki lifting migas 160.5 ribu barrel/hari (24% dari produksi nasional). Diharapkan dengan beralihnya operasi Blok Rokan oleh PT. PHE pada tahun 2021 dapat meningkatkan lifting migas 165 ribu barrel /hari atau ada kenaikan 2.8%.

Bagi Indonesia memang Blok Rokan adalah primadona meningkatkan lifting migas dan menambah devisa negara, karena memiliki kualitas minyak yang bagus dengan nilai rata-rata harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak Timur Tengah."Jika Anda lihat harga Crude Petroleum Oil di Blok Rokan relatif tinggi, karena mengandung Light Sweet Crude Petroleum yang rendah sulphur. Oleh sebab itu optimal extraction dan teknologi yang maju menjadi kunci utama agar oil reserve sustainability bisa terus dijaga di Blok Rokan ini", katanya kepada Bisnis Bandung (BB), di Bandung.

Akademisi Unpad ini mengimbuhkan, beberapa waktu yang lalu, terjadi penggabungan PT. Elnusa (ELSA) ke PT. PHE dengan kepemilikan saham  41.1% ke sub holding hulu energi ini. Diharapkan PT. PHE juga melakukan Initial Public Offer (IPO) utuk memperoleh fresh capital dari publik untuk memperbaiki kinerjanya. Sesuai dengan hal tersebut, ELSA diharapkan menjadi mitra PT. Pertamina Hulu Rokan untuk mengembangkan teknologi Chemical EOR pada Blok Rokan.

ELSA mengklaim telah memiliki teknologi Chemical EOR (C-EOR) dengan pengalaman 10 tahun; kemudian ada Medco yang telah mengembangkan teknologi Chemical sejak tahun 2014. Selain PT. Pertamina EP juga telah mencoba melakukan eksperimen Chemical EOR sejak 2019 yang lalu dan akan merencanakan menggunakan teknologi ini hingga 5 tahun ke depan; maka kesiapan PT. Pertamina Hulu Rokan untuk mengembangkan Research and Development di sisi domestik relatif sudah siap.

Hal ini penting karena diharapkan pengembangan teknologi ke depan akan lebih maju dan kita harus memiliki kemandirian teknologi seiring dengan risiko lifting migas yang mengalami deplesi; Teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan recovery hingga 80% jika chemical compositionnya efektif, tapi harus diperhatikan teknologi ini harus ramah lingkungan; Mengapa ini penting, karena kita harus memiliki independensi teknologi agar penguasaan teknologi dimiliki oleh domestik.

Yayan Satyakti menegaskan, yang menjadi permasalahan pada saat ini yaitu kapasitas permodalan PT. Pertamina. Jika melihat pada besaran investasi, dengan target 161 sumur baru selama tahun 2021 maka dibutuhkan kurang lebih US$200-300 juta investasinya, nanti disusul US$800-900 juta hingga tahun 2022, dan sisanya US$900 juta - 1 miliar  sampai tahun 2030. Target ini diharapkan dapat dicapai lifting 1 juta barrel/hari pada tahun 2030. Diharapkan dengan C-EOR teknologi ini yang paling efisien untuk dikembangkan oleh Pertamina di Blok Rokan.

Dengan cost yang relatif efisien, diharapkan Pertamina Blok Rokan akan baik. Hal tersebut akan sukses jika demand secara ekonomis pun meningkat dengan baik, artinya cash flow bisa seimbang. EOR adalah teknologi dengan probabilita 80-90% sukses untuk meningkatkan lifting migas di Indonesia.

Walaupun menuai kecaman dari Serikat Pekerja karena penguasaan sumber daya oleh pihak luar, karena PT. PHE adalah perusahaan milik negara. Kebijakan IPO ditentang oleh karyawan BUMN tersebut. Akan tetapi harus dilihat secara makro dan kebutuhan masa depan, IPO memang harus dilakukan karena bisnis migas yang baik adalah bisnis yang dapat bersaing lebih transparan agar proses pengembangan riset dan teknologi pada industri migas ke dépannya menjadi lebih baik.

Fungsi perusahaan migas pemerintah ke dépan akan lebih berat karena perusahaan migas harus bergeser menjadi global company untuk memperoleh ladang-ladang minyak yang lebih banyak biaya yang lebih murah dan bermanfaat bagi ketahanan energi di Indonesia. Global energy supply adalah orientasi yang sekarang harus dikejar oleh Indonesia untuk menghemat sumber daya energi migas di Indonesia Sebaikanya digunakan untuk keperluan domestik dengan peningkatan nilai tambah industri migas, pungkasnya kepada BB.  (Dadan Firmansyah -- E-018)***

Tags

Terkini