BISNIS BANDUNG - Jokowi menyatakan, tidak semua urusan negara harus dibawa kepada dirinya terkait masalah pemecatan pegawai KPK. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) abai dalam isu pemberantasan korupsi. Jokowi seharusnya membuka mata melihat pemecatan terhadap 57 pegawai KPK.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Sigit Riyanto meminta komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada komitmen pemberantasan korupsi.Sejumlah Guru Besar mengomentari pemecatan terhadap 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dalih tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK). .
“Presiden Jokowi punya kesempatan untuk menunjukan komitmennya pada aspirasi publik dan menentukan sikap yang jelas bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujar Sigit Riyanto , Kamis (16/9/21).
Hal senada juga dikemukakan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Azyumardi Azra. Diungkapkan Azyumardi, jika Jokowi ingin meninggalkan positive legacy dalam pemberantasan korupsi, sepatutnya mengikuti rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM dengan melantik 75 pegawai KPK menjadi ASN.
“Kegaduhan politik agaknya berlanjut dalam masyarakat jika Presiden Jokowi mengabaikan rekomendasi kedua lembaga resmi negara itu,”tutur Azyumardi.
Sedangkan, Guru Besar FH Unsoed Prof Hibnu Nugroho mengatakan, Presiden Jokowi sebagai kepala Pemerintahan di dalam menangani masalah pegawai KPK, harus mampu mengambil kebijakan tepat. Tak menginginkan, alih status pegawai KPK merugikan pegawai KPK.
“Harus diingat bahwa para pegawai KPK ini merupakan pegawai yang memiliki integritas dalam pemberantasan korupsi yang sangat luar biasa,” Hibnu menegaskan dan meminta Jokowi untuk segera mengakhiri polemik TWK yang kini justru memecat 57 pegawai KPK.
“Kondisi seperti sekarang harus secepatnya harus diakhiri untuk mencegah munculnya kegaduhan diantara institusi negara, karena hal-hal tersebut akan sangat mempengaruhi trust politik hukum pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujar Hibnu.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Guru Besar FH UNPAR Prof Atip Latipulhayat yang menyebutkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya menyangkut uji norma Undang-Undang KPK dalam menyelesaikan polemik TWK. Begitu juga putusan Mahkamah Agung (MA) hanya menyangkut uji formal dan material dari Perkom KPK .
Terkait pemecatan pegawai KPK dihadapan pimpinan media massa , Jokowi menyatakan, tidak semua urusan negara harus dibawa kepada dirinya.Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) abai dalam isu pemberantasan korupsi. Jokowi seharusnya membuka mata melihat pemecatan terhadap 57 pegawai KPK.
“Presiden tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri. Sebab, pada pertengahan Mei lalu, Presiden secara khusus mengatakan bahwa TWK tidak serta merta dijadikan dasar memberhentikan pegawai,”ungkap peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (16/9/21).
“Presiden abai dalam isu pemberantasan korupsi. Penting untuk dicermati, penegakan hukum, terlebih KPK, menjadi indikator utama masyarakat dalam menilai komitmen negara untuk memberantas korupsi,” tambah Kurnia.
Menurutnya, jika Presiden abai terhadap 57 pegawai KPK, maka masyarakat akan kembali memberikan rapor merah kepada Presiden. Karena selalu mengesampingkan isu pemberantasan korupsi.
“Jangan lupa, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia sudah anjlok tahun 2020. Ini membuktikkan kekeliruan Presiden dalam menentukan arah pemberantasan korupsi,” tutur Kurnia. (B-003) ***