BISNIS BANDUNG - Indonesia Corruption Watch (ICW) Kinerja menilai , penyidik Kejaksaan secara statistik dan kualitas jauh mengungguli KPK dan Polri. ICW memberi nilai C (cukup) atas kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penindakan kasus korupsi, selama semester I 2021.
"ICW menilai kinerja Kejaksaan pada semester I 2021 masuk dalam nilai C,” ungkap peneliti ICW Lalola Easter, dalam konferensi pers daring, Senin (13/9/2021). ICW menyebut, dari 151 kasus yang ditangani kejaksaan, 363 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara itu potensi kerugian keuangan negara dari kasus yang ditangani Kejaksaan tidak kurang dari Rp 26,1 miliar.
Kinerja penyidik Kejaksaan secara statistik dan kualitas menurut Lalola Ester, jauh mengungguli KPK dan Polri. Padahal, dari sisi praktis, kewenangan yang diberikan kepada Kejaksaan jauh lebih sempit dibandingkan dengan KPK yang bisa melakukan operasi tangkap tangan.
Dari ICW , KPK mendapat rapor merah . KPK hanya mampu merealisasikan 22 % dari total target penindakan kasus korupsi sepanjang semester 2021. Kinerja Penindakan Dapat Rapor Merah, KPK “Memble” secara rata-rata . KPK hanya mengerjakan sebanyak tiga kasus tiap bulannya.
Sebelumnya dalam konferensi pers daring, Minggu (12/9/21) Peneliti ICW Lalola Ester mengunkapkan, berdasarkan data ICW, target penanganan kasus korupsi oleh KPK pada semester I sebanyak 60 kasus. "Itu membawa KPK masuk dalam penilaian D atau kategori buruk" ucap Lalola Ester. Di sisi lain, pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Polri jauh lebih mengenaskan lagi, ICW menyebut selama Semester 1/2021, lembaga penegak hukum itu hanya melakukan penindakan sebanyak 45 kali atau hanya 8 perkara korupsi/bulan.
Tidak kejar pihak lain ?
Potensi kerugian keuangan negara dari kasus yang ditangani Kejaksaan sebesar Rp 26,1 miliar. Secara kualitas penanganan kasus korupsi, pihak yang paling banyak ditetapkan sebagai tersangka adalah ASN 124, pihak swasta 77 dan kepala desa 44. Kendati demikian, hal tersebut tidak serta merta menjadi satu capaian. “Karena Kejaksaan harus memastikan nilai kerugian Rp 26,1 miliar harus kembali ke kas negara,” ujar Lalola. Sementara itu, terkait profesionalisme penindakan kasus korupsi, ICW menduga ada sejumlah kejaksaan yang tidak menangani kasus korupsi. ICW juga menyoroti kejaksaan yang masih minim melakukan pengembangan kasus. Misalnya, kasus Jaksa Pinangki. Dalam kasus ini, ICW menilai kejaksaan tidak berupaya mengejar pihak lain yang terlibat. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklaim telah menyelamatkan keuangan negara lebih dari Rp15 triliun dan menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lebih dari Rp 82 miliar selama menangani perkara korupsi periode Januari-Juni 2021. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus pada Kejagung Ali Mukartono mengatakan, uang tersebut berasal dari eksekusi denda dan uang pengganti 269 perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan di seluruh Indonesia. Menurut Ali, eksekusi badan sudah dilakukan terhadap 342 terpidana dari total 386 surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan.Selama periode tersebut, Kejaksaan juga sudah melakukan penyidikan terhadap 908 perkara. Dari jumlah itu, 226 di antaranya belum sampai ke tahap penuntutan. "Sedangkan jumlah penyelidikannya sebanyak 820 perkara," tuturnya, Rabu (15/9/21) di sela-sela acara Rapat Kerja Teknis (Rakernis) bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung. Ali mengaku , saat ini banyak modus dan pola baru yang dilakukan koruptor untuk melakukan tindak pidana korupsi. Hal tersebut dilakukan koruptor untuk mengelabui tim penyidik Kejagung. "Hingga kecermatan dan ketelitian segenap jajaran Pidsus sangat diperlukan untuk mengungkapnya," ujar Ali menambahkan. (B-003) ***