nasional

Kontras : Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya Industri Ekstraktif Tambang Menggunakan Kacamata Ekonomi-Politik

Sabtu, 4 September 2021 | 15:15 WIB
luhut

BISNIS BANDUNG - Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) melalui kuasa hukumnya melayangkan surat somasi Nomor 6917/JGP/VIII/2021 tertanggal 26 Agustus 2021 kepada Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti. LBP merasa pernyataan Fatia dalam tayangan Youtube tidak benar dan tidak berdasar.  Fatia tampil dalam akun Youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!". Kuasa hukum Luhut menyomasi Fatia dalam tempo 5x24 jam sejak surat tersebut diterbitkan.

Hal yang ditayangkan Fatia dalam akun Youtube Haris Azhar  berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua. Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik. Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan). Dua dari empat perusahaan itu, yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi ,  bahkan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Asfinawati, kuasa hukum Fatia, merespons somasi tersebut. Menurut dia konflik kepentingan harus dijauhi oleh pejabat publik karena dua dimensi. Pertama, indikasi dari tindak pidana korupsi. "Tapi konflik kepentingan di dalam dirinya sendiri adalah perbuatan yang salah. Ini perbuatan yang diancam dengan pidana,” kata dia dalam konferensi pers daring, Selasa pekan lalu. Kedua, keterbukaan pejabat publik tidak hanya mengacu kepada dua dimensi tersebut, tapi ada pengaturan yang lebih detail di ranah bisnis. Kritik oleh Fatia merupakan hak konstitusionalnya untuk ikut serta di dalam mengawasi pemerintahan. “Ini terbalik. Harusnya yang mengawasi pemerintah adalah rakyat, bukan pejabat publik yang mengawasi dan menyomasi,” kata Asfinawati. Julius Ibrani yang juga merupakan kuasa hukum Fatia, berujar kliennya berbicara berdasarkan riset yang telah dibuat dan omongannya tak bisa dikutip setengah-setengah lantaran itu merupakan runtutan advokasi publik. “Kemudian, yang disasar bukan merupakan personal. Jika Bapak Luhut bukan pejabat publik, (maka) tidak akan masuk dalam pengawasan dan kontrol publik terhadap jalannya pemerintahan,” ujar Julius. Tim kuasa hukum siap menjawab somasi yang diajukan Luhut dan pernyataan tertulis sudah dikirimkan ke kantor Juniver. Juniver mengaku pihaknya telah menerima surat balasan dari Kontras pada 31 Agustus 2021. “Setelah kami cermati, surat jawaban itu belum menjawab substansi somasi," kata Juniver. Menurut Juniver, tidak ada penjelasan motif soal mencemarkan nama baik kliennya dan belum ada bukti dan fakta kalau Luhur “bermain” tambang di Papua. Jadi menurutnya , hal itu adalah pernyataan tidak berdasar, sekadar opini, fitnah pencemaran dan berita bohong. Sebab itu ,  ia berencana mengirimkan somasi kedua. Jika Fatia tak mau meminta maaf, cuma mencabut pernyataannya, maka Juniver bakal melaporkan peristiwa ini kepada polisi. Omongan Fatia berdasarkan kajian, Juniver menyebutkan, Koordinator Kontras itu harus bertanggung jawab. “Kalau dikatakan temuan, dia harus mengklarifikasi betul atau tidak temuannya seperti itu. Yang menyampaikan ketidakbenaran itu dia," kata Juniver.

Sebelumnya, somasi pernah dilayangkan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko kepada Indonesia Corruption Watch (ICW) lantaran menyebut perihal perburuan rente dalam peredaran Ivermectin dan ekspor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa. Kasus ini bermula ketika ICW merilis laporan hasil penelusuran dugaan keterkaitan anggota partai politik, pejabat publik dan pebisnis dalam penggunaan obat Ivermectin untuk menanggulangi COVID-19. Moeldoko berujar tuduhan terhadapnya merupakan pembunuhan karakter dan kebenarannya belum jelas. (B-003) ***

Tags

Terkini