nasional

Ketimpangan Penegakan Hukum Oleh Kejaksaan 59,5% Masyarakat Indonesia Anggap Tidak Adil

Jumat, 3 September 2021 | 17:15 WIB
palugada

BISNIS BANDUNG - Lembaga Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKopi) menyebutkan,  sedikitnya 59,5% masyarakat menganggap  ada ketimpangan penegakan hukum dalam penanganan perkara oleh kejaksaan. Dalam survei terbaru KedaiKopi tentang kinerja.  kejaksaan yang dilakukan pada tanggal  22-30 Juli 2021 terhadap 1.047 responden dari 34 provinsi. "Sebanyak 59,5% responden di seluruh Indonesia menganggap disparitas atau ketimpangan perlakuan yang cenderung tidak adil dalam penegakan hukum di kejaksaan sangat besar," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKopi, Kunto Adi Wibowo, dalam keterangannya, beberapa waktu lalu. Responden menilai praktik penegakan hukum masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Salah satu contohnya, yaitu kasus hukum yang melibatkan bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pinangki hanya menjalani hukuman 4 tahun penjara setelah mendapatkan pemangkasan hukuman dari pengadilan tingkat dua.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara. Jaksa penuntut tidak mengajukan kasasi atas putusan banding itu. Alasannya, tuntutan jaksa yang memang hanya 4 tahun telah terpenuhi dalam putusan banding.

Hendri Satrio mengatakan, sebanyak 71,2 % masyarakat menganggap tuntutan jaksa terlalu rendah. Kemudian, 61,6 % menyatakan tidak setuju terhadap absennya kasasi jaksa penuntut. Dan sebanyak 65,6 % masyarakat menganggap ada perlakuan tidak adil dari Kejaksaan dalam kasus Pinangki. "Ini karena kejaksaan dianggap melindungi anggotanya," ujar Hendri.

Mayoritas responden lanjut Hendri, yaitu sebanyak 79,6 %, menilai ada sosok di dalam lingkungan kejaksaan yang membuat hukuman terhadap Pinangki bisa menjadi rendah. Terkait dengan hal itu, sebanyak 61,8 % masyarakat menyatakan tidak puas dengan kinerja Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam memimpin kejaksaan.

"Dari hasil survei juga tampak bahwa 59,8 % lapisan masyarakat menyangsikan komitmen Jaksa Agung ST Burhanudin dalam melaksanakan reformasi birokrasi di kejaksaan," ungkap Hendri.

Survei dilakukan KedaiKopi ,secara daring pada tanggal 22-30 Juli 2021 di 34 provinsi dengan menjaring 1.047 responden. Tingkat pendidikan sampel survei ini relatif lebih tinggi dari pada rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia pada umumnya, yaitu 40,8% lulusan S1 atau D4 dan 41,5 % lulusan SMA atau sederajat.

Sebagaimana diketahui ,Jaksa Pinangki Sirna Malasari terbukti menerima suap, melakukan tindak pidana pencucian uang, dan melakukan permufakatan jahat dalam perkara pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra. Namun, atas tiga tindak pidana yang dilakukannya itu, Pinangki justru mendapatkan keistimewaan hukum. Pinangki mendapatkan tuntutan ringan dari jaksa penuntut umum, mendapatkan potongan hukuman pada pengadilan tingkat dua.

Jaksa Pinangki oleh Jaksa Penuntut Umum dituntut  pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 500 juta. Jaksa menyatakan Pinangki terbukti melakukan tiga tindak pidana sekaligus dalam pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra. (B-003) ***

Tags

Terkini