nasional

Minimnya Kuantitas Dan Kualitas SDM menjadi Penyumbat Pertumbuhan Perbankan Syariah Di Indonesia

Selasa, 3 Agustus 2021 | 10:06 WIB

Bisnis Bandung, (BB) --- Pengamat Ekonomi, Bisnis dan Perbankan Universitas Widyatama, Denny Saputera S.E., M.M mengemukakan, berdasarkan data dari statistik perbankan syariah laju pertumbuhan perbankan syariah di tahun 2020 dilihat dari pertumbuhan aset sebesar 13,22%, pertumbuhan tersebut telah melampaui pertumbuhan perbankan umum konvensional sebesar 2,59%.

Financing Deposit Ratio (FDR) salah satu indikator untuk melihat kesehatan finansial sebuah bank, menerangkan, besaran dana pihak ketiga (DPK) yang digunakan untuk memenuhi permohonan pembiayaan nasabahnya dari 113,59% turun ke 108,78% (di tahun 2020) turunanya persentase tersebut menandakan bahwa perbankan syariah dapat disimpulkan “likuid” dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan, tetapi berdampak pada "idle cash" yang cukup besar yang berpotensi pada berkurangnya keuntungan pada perbankan syariah. Dan indikator dari Non performing financing (NPF) yang dikenal sebagai rasio kredit bermasalah menunjukkan besarnya pembiayaan bermasalah (Rp 700.372 Miliar di 2019 ke Rp. 773.384 Miliar di 2020) dengan presentase dari 7.04% ke 7,24% didapatkan dari perbandingan performing financing (lancar), tingginya persentase secara otomatis akan mempengaruhi profitabilitas, NPF semakin tinggi maka profitabilitas akan semakin rendah. Jika kredit bermasalah sangat besar dan cadangan yang dibentuk juga besar berakibat modal bank kemungkinan menjadi negatif sehingga laba yang diperoleh menjadi terganggu. Menurut surat edaran Bank Indonesia di tahun 2020 perbankan syariah berada pada predikat “Cukup Baik” dengan nilai NPF berada pada peringkat ke tiga diantara 5% - 8%., paparnya kepada Bisnis Bandung (BB),  di Bandung.

Denny Saputera S.E., M.M menjelaskan, jika dibandingkan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional, bank syariah mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan laba bersih yang didapatkan yaitu dengan perbandingan Rp. 13.627 Miliar – Rp 16.493 miliar : mendapatkan keuntungan sebesar 21,03% dibandingkan perbankan umum konvensional merugi sebesar (Rp. 156.487 Miliar di 2019)  – (Rp 104.718 Miliar di 2020) = 33,08%.

Berdasarkan data dari Asian Banker Research Posisi perbankan syariah Indonesia berada pada posisi ke 21 (yang diwakili Bank Mandiri Syariah), di tahun 2019 berada pada posisi ke 34 dengan skor kekuatan agregat (pertumbuhan) 3.08 kemudian di wakili oleh Bank Net Indonesia Syariah di posisi 24 sebelumnya 99, dengan skor kekuatan agregat (pertumbuhan) 3.00, Bank BTPN Syariah pada posisi 26 sebelumnya pada posisi ke76 dengan skor kekuatan agregat (pertumbuhan) 2.91.

Untuk 2020 ini, bank syariah negara Arab masih mendominasi di 10 besar (Saudi Arabia, Kuwait, Qatar, Pakistan, UEA) dengan skor kekuatan agregat (pertumbuhan) di tahun 2020 di angka 3.49 sampai dengan 4.04 yang menunjukan angka hampir sempurna. Untuk wilayah Asia Tenggara posisi teratas diwakili oleh Malaysia dengan Maybank Islamic  di posisi ke 9 dengan skor kekuatan agregat (pertumbuhan) 3.29 kemudian diikuti oleh Wilayah Asia Barat diwakili oleh Jordan diposisi 14, dengan skor kekuatan agregat (pertumbuhan) 3.18. Untuk negara Arab masih mendominasi (Saudi Arabia, Kuwait, Qatar, Pakistan, UEA) disebabkan oleh pertumbuhan jumlah aset yang sangat tinggi yang berdampak positif pada pengelolaan aset yang baik dalam menghasilkan pendapatan,  kemudian di capital adequacy ratio (CAR) yaitu kecukupan modal untuk menampung resiko kerugian, yang menunjukan angka sempurna di 4.5 sampai 5.0 dan cost income ratio yaitu jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank yang juga menunjukan angka sempurna di 4.0 sampai 5.0. Bank syariah di Malaysia tumbuh disebabkan oleh capital adequacy ratio (CAR) yang tinggi di 5.0 kemudian Loan Loss Reserves (cadangan rugi pinjaman) dengan angka sempurna di 5.0. Sedangkan untuk Jordan yang mewakili Asia Barat juga disebabkan oleh capital adequacy ratio (CAR) sempurna di 5.0 dan loan to deposits ratio (LDR) yaitu besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber yang juga di angka sempurna 5.0.

Dalam Road Map Perbankan syariah Di Indonesia pemerintah akan mendorong lahirnya pusat-pusat kawasan industri halal yang didukung oleh pengembangan sistem keuangan berbasis syariah di Indonesia agar menjadi yang terbesar di dunia. Pengembangan infrastruktur industri halal merupakan salah satu Proyek Prioritas pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, salah satu indikatornya adalah jumlah kawasan industri yang difasilitasi pemerintah. Kawasan Industri Halal (KIH) tersebut menjadi wadah berlangsungnya kegiatan ekonomi dan transaksi keuangan. Bank syariah, sebagai bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, sudah seharusnya berkontribusi secara optimal pada transaksi keuangan di industri halal. Untuk itu lah perlu adanya koordinasi dengan industri dan otoritas terkait untuk mendorong semua elemen yang terlibat pada transaksi di industri halal menggunakan produk dan layanan perbankan syariah.

Denny Saputera S.E., M.M menjelaskan, minat publik terhadap bank syariah, dilihat dari pertumbuhan jumlah nasabah ditahun 2019 ke tahun 2020 dengan total jumlah nasabah 27.015.606 naik menjadi 30.754.817 dengan presentase peningkatan 13,84%. Jumlah mayoritas umat Muslim di Indonesia dengan total 229 juta jiwa, dapat disimpulkan bahwa baru 7,44% nasabah yang mempercayai transaksi pada perbankan syariah, angka tersebut belum bisa dibilang besar karena keinginan umat Islam untuk segera menghindari riba di dalam semua kegiatan transaksi muamalahnya, masih terbilang minim.

Kualitas SDM perbankan syariah negara kita berdasarkan Kajian Transformasi Perbankan Syariah yang disusun pada tahun 2020, timbulah beberapa isu strategis yang masih menghambat akselerasi pertumbuhan bisnis perbankan syariah diantaranya belum adanya diferensiasi model bisnis yang signifikan, kualitas, dan kuantitas SDM yang kurang optimal serta rendahnya tingkat literasi dan inklusi. Dalam permasalahan kurang optimalnya kualitas, minimnya kuantitas dan kualitas SDM yang memadai tidak diimbangi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia, Karena masih barunya perbankan syariah dan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan juga masih terbatas, sehingga mengakibatkan minimnya SDM berpengalaman di bidang perbankan syariah. Pengembangan SDM sangat dibutuhkan karena keberhasilan pengembangan perbankan syariah ditentukan oleh kualitas manajemen bank, tingkat pengetahuan, keterampilan mengelola bank serta harus memahami implementasi dari prinsip-prinsip syariah dalam perbankan serta mempunyai komitmen untuk menerapkannya.

Solusi dalam problematika minimnya kuantitas SDM adalah dengan mempersiapkan SDM yang berkualitas dan handal pada bidangnya. Karena berdasarkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas sangat menentukan pengembangan perbankan syariah di masa mendatang. Untuk melahirkan SDM yang berkompetensi pada bidang ekonomi dan syariah secara memadai serta memiliki integritas tinggi, pihak manajemen perbankan syariah harus menyiapkan investasi dengan kegiatan training dan development para SDM dan berkaca pada negara-negara yang pertumbuhan kuantitas dan kualitas SDM perbankan syariahnya lebih baik.

Pengembangan perbankan syariah di Indonesia butuh dukungan infrastruktur yang memadai dari pemerintah. Untuk dapat merealisasikannya perbankan syariah membutuhkan dukungan seperti di regulasi, kesiapan teknologi, hingga investasi sumber daya, berbagai dukungan infrastruktur tersebut bertujuan untuk melakukan penetrasi pasar dan penyediaan solusi keuangan berbasis syariah. Dengan begitu perbankan syariah diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan tantangan bisnis saat ini. Contohnya seperti layanan teknologi berbasis digital, diyakini mampu mempercepat proses adaptasi masyarakat, menggerakkan kembali perputaran ekonomi yang lesu di masa pandemic Covid 19 ini. Perubahan perilaku masyarakat mengubah kebutuhan terhadap layanan perbankan, sehingga perlu mengadaptasi perkembangan teknologi dan digitalisasi layanan. Kebutuhan tersebut mendesak untuk dilakukan agar perbankan syariah tetap mampu melayani masyarakat dengan pelayanan yang prima.

Agar Perbankan syariah dinegara kita tumbuh/berkembang kebijakan yang harus digulirkan yakni peningkatan exposure pembiayaan/pendanaan di sektor industri halal, peningkatan jumlah bank syariah sebagai media transaksi halal marketplace.

Penambahan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) sebagai bank kustodian, peningkatan exposure pembiayaan/pendanaan di program dan proyek pemerintah, kajian model bisnis yang mengintegrasikan fungsi keuangan komersial dan sosial pada bank syariah. "Jika kita berkaca negara mana yang layak untuk ditiru perkembangan perbankan syariahnya tentu tidak jauh-jauh pada negara tetangga kita yaitu Malaysia dahulu karena capital adequacy ratio (CAR) yang tinggi, kemudian Loan Loss Reserves (cadangan rugi pinjaman) yang juga sempurna , aset likuid dan jumlah simpanan dan pinjaman yang lebih baik", pungkasnya kepada BB.  (Dadan Firmansyah --- E-018)***

Tags

Terkini