BISNIS BANDUNG - BPK menyatakan kekhawatiran kesanggupan pemerintah dalam melunasi utang plus bunga yang terus membengkak sejak beberapa waktu terakhir. Kekhawatiran lainnya, yakni rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang juga terus meningkat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengaudit laporan keuangan pemerintah pusat di era pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun lalu, termasuk penggunaan APBN 2020.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyebut, utang pemerintah semakin jor-joran akibat merebaknya pandemi virus corona (Covid-19). Pertumbuhan utang dan biaya bunga yang ditanggung pemerintah saat ini sudah melampaui pertumbuhan PDB nasional.
”Ini memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah dalam membayar utang dan bunga utang,” ujar Agung , Sabtu (26/6/2021). Menurut Stafsus Sri Mulyani Sejumlah indikator menunjukkan tingginya risiko utang dan beban bunga utang pemerintah. Rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan negara pada 2020 mencapai 19,06 %. Angka tersebut melampaui rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF) yang sebesar 7-10 % dan standar International Debt Relief (IDR) sebesar 4,6-6,8 %.
Sementara rasio utang terhadap penerimaan negara pada 2020 mencapai 369 %, jauh di atas rekomendasi IMF yang sebesar 90-150 % dan standar IDR sebesar 92-167 %. Selain itu, rasio pembayaran utang pokok dan bunga utang luar negeri (debt service ratio) terhadap penerimaan transaksi berjalan , pemerintah pada tahun 2020 mencapai 46,77 %. Utang Indonesia juga melampaui rekomendasi IMF yang sebesar 25-35 %. Namun, nilai tersebut masih dalam rentang standar IDR yang sebesar 28-63 %.
”BPK merekomendasikan agar pemerintah mengendalikan pembayaran cicilan utang pokok dan bunga utang melalui pengendalian utang secara berhati-hati . Ini dilakukan sembari berupaya meningkatkan penerimaan negara melalui reformasi perpajakan,” ujar Agung menambahkan. Pertambahan total utang pemerintah, baik utang dalam negeri maupun utang yang ditarik dari luar negeri, selalu jadi polemik di tanah air. Terabaru, pemerintah menarik utang baru dari Bank Dunia sebesar Rp 13 triliun. Pinjaman dari lembaga donor internasional itu dipakai untuk peningkatan layanan kesehatan selama masa pandemi Covid-19. Kemudian berapa sebenarnya total utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kini masuk di periode kedua pemerintahannya.
Dikutip dari APBN KiTa yang secara rutin dirilis Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah Indonesia per akhir April 2021 adalah tercatat sebesar 6.527,29 triliun. Dengan utang sebesar itu, rasio utang pemerintah Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) saat ini sudah menembus 41,18 %. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas aman rasio utang di level 60 % terhadap PDB. Namun demikian, kebijakan pembiayaan atau utang, diklaim pemerintah masih dalam batas aman.
"Pembiayaan utang dikelola dengan prudent, fleksibel, dan oportunistik, serta terukur dalam mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," tulis Kementerian Keuangan dalam APBN KiTa 2021. Dari total utang pemerintah Indonesia sebesar Rp 6.527,29 triliun , paling besar dikontribusi dari utang yang diperoleh dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 5.661,54 triliun atau sebesar 86,74 % dari total utang pemerintah. Utang pemerintah dari SBN itu terdiri dari utang yang ditarik dari dalam negeri sebesar Rp 4.392,96 triliun. Kemudian utang pemerintah dalam bentuk valutas asing atau valas senilai Rp 1.268,58 triliun. (B-003) ***