nasional

Komersialisasi Rapid Test Kemenkes Keluarkan SE Tarif

Minggu, 12 Juli 2020 | 09:15 WIB
rapid test

BISNIS BANDUNG - Kementerian Kesehatan telah menentukan standar harga dalam pemeriksaan rapid test antibodi Virus Corona sebesar Rp150.000 tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK 02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi yang mulai berlaku Senin (6/7/20) “Rapid test menjadi salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi terinfeksi Covid-19 dalam tubuh manusia. Pemeriksaan rapid test hanya merupakan penapisan awal. Selanjutnya, hasil pemeriksaannya harus tetap dikonfirmasi melalui pemeriksaan PCR,” tulis Kementerian Kesehatan RI melalui akun twitternya, Rabu (8/7/2020).

Kementerian Kesehatan juga mengimbau pemeriksaan rapid test antibodi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan serta menggunakan standar operasional yang diyakini oleh tenaga kesehatan. “Saat ini, banyak pemberi layanan pemeriksaan rapid test antibodi dengan harga bervariasi. Oleh karenanya, pemerintah perlu menekan komersialisasi rapid test antibodi dengan mengatur batas tarif tertinggi,” tulis akun @KemenkesRI. Besaran tarif tertinggi juga berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan rapid test antibodi atas permintaan sendiri. Terbitnya surat edaran tersebut, untuk memberikan kepastian bagi masyarakat serta pemberi layanan pemeriksaan rapid test antibodi agar tarif yang ada, dapat memberikan jaminan serta mempermudah masyarakat untuk mendapatkan layanan pemeriksaan rapid test antibodi. Komersialisasi Rapid Test Rapid test , di beberapa daerah banyak dikeluhkan warga karena biayanya cukup mahal (bervariasi). Tempat uji tes cepat tidak sesuai standar dalam memberikan pelayanan. Petugas pengambil sampel hanya mengenakan masker dan sarung tangan tanpa alat pelindung diri standar. Anggota Ombudsman , Alvin Lie mempertanyakan kesiapan tempat -tempat itu untuk penanganan lanjutan jika ada temuan reaktif. Karena tujuan tes hanya sebagai syarat administrasi untuk bepergian. Saat ini, Ombudsman tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan ahli kesehatan untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah. ”Ada tendensi instansi-instansi ikut latah dalam ketentuan tes cepat. Misalnya, ujian masuk perguruan tinggi ada ketentuan tes cepat,’ ujar Alvin .Tes cepat memiliki tarif beragam di sejumlah lokasi di Jakarta . Salah satu klinik di Palmerah, Jakarta Barat, mematok tarif Rp 350.000. Sedangkan cepat sejumlah maskapai penerbangan, seperti Garuda Indonesia mematok tarif Rp 315.000, Sriwijaya Air Rp 300.000, Lion Air Rp 95.000 dan Citilink Rp 280.000. Di Jatim Rp 300.000 , Kupangdan NTT Rp 400.000. “Tarif tes cepat di Surabaya, Jawa Timur, berkisar Rp 300.000. Jumlah yang cukup menguras kantong seorang pelajar, ” tutur Rinaldy , peserta ujian masuk perguruan tinggi di Jatim. Kepala Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko menyebut , hasil tes cepat dinilai tidak memadai untuk digunakan sebagai penentu keberadaan infeksi Covid-19 pada setiap individu. Kepala Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia itu berpendapat, ada peluang yang signifikan orang yang terinfeksi Covid-19 tidak akan terdeteksi melalui tes cepat. Karena sampel yang digunakan dalam tes cepat adalah antibodi dalam darah. Apabila orang terinfeksi virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, maka dalam beberapa hari tubuhnya akan membangun antibodi yang spesifik merespons virus tersebut. Antibodi khusus inilah yang menjadi dasar tes cepat. Menurut Tri, yang menjadi persoalan adalah jeda waktu antara infeksi dan pembentukan antibodi. Antibodi baru akan terbentuk sekitar delapan hari setelah infeksi. Hal ini memungkinkan orang yang sudah terinfeksi, tetapi antibodinya belum terbentuk, bisa lolos dari tes cepat. ”Antibodi baru akan timbul setelah infeksi berjalan sekitar delapan hari. Jadi ada celah di sini. Orang yang belum delapan hari infeksi bisa saja dianggap negatif,” kata Tri. (B-003) ***

Tags

Terkini