BISNIS BANDUNG- Lahan hutan pengganti seluas 12.000 hektare bakal diserahkan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) kepada Pemprov Jawa Barat sebagai konversi penggunaan lahan perkebunan tebu PT RNI di Kabupaten Majalengka dan Indramayu.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyambut baik rencana PT RNI karena sangat diharapkan, sehingga membuat luas hutan di Jabar bertambah, terlebih hutan pengganti ini berada di lahan bekas perkebunan.
“Konversi hutan ini tidak harus di lokasi yang sama. Yang penting mengkompensasi seluas yang dulu dipakai. Lokasinya ada di lima sampai enam kabupaten. Tapi nanti 12.000 hektare itu tidak di satu titik, tapi tersebar. Lahannya jadi milik pemerintah,” kata Emil sapaan akrabnya di Bandung, Selasa (5/2).
Pemberian lahan pengganti ini adalah tindak lanjut dari kewajiban RNI yang mengelola lahan hutan di Majalengka dan Indramayu menjadi perkebunan tebu sejak 1976. Dalam perjanjian saat itu disebutkan, lahan harus dikembalikan menjadi hutan di sekian tahun sesudah kerja sama berlangsung.
Menurut Sekda Jabar, Iwa Karniwa, perjanjian untuk mengkonversi lahan yang dilakukan RNI berdasar dari SK Menteri Pertanian No 48 1KPTS/UM/8/76 pada 9 Agustus 1976 yang memberikan izin kepada PT RNI untuk melakukan pembangunan Pabrik Gula Jatitujuh dan membuka lahan tebu seluas 12.022 hektare.
“Di mana kawasan hutan itu meliputi Kesatuan Pengelolaan Hutan Indramayu seluas 6.351 hektare, KPH Majalengka 5.671 hektare. Kewajiban tukar-menukar diganti dengan kawasan hutan itu dilakukan secara bertahap sampai 10 tahun. Namun sampai sekarang belum selesai,” jelas Iwa.
Saat perpanjangan Hak Guna Usaha kepada pemerintah 2004 lalu, Departemen Kehutanan saat itu tidak keberatan asal RNI menyatakan kesanggupan menyediakan calon lahan pengganti sekaligus melaporkan pengajuan lahan pengganti.
Ekosistem
Anggota Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat, Pepep Saeful Hidayat, mengatakan penggantian lahan tersebut merupakan kesempatan baik bagi Pemprov Jabar dalam menambah luasan hutan di Jabar yang kian menyempit. Di samping tentunya dalam rangka mengembalikan ekosistem dan kelestarian alam di Jabar.
Pepep menyebutkan jika akan dilakukan penanaman kembali, pemerintah harus terlebih dulu melakukan riset untuk menentukan pohon endemik setempat yang harus ditanam serta memastikan dulu pohon endemik di lahan yang akan ditanam.
Dia mencontohkan, lahan hutan tersebut selain dikembalikan fungsinya sebagai hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar, juga dapat dilakukan penanaman secara tumpang sari dengan tanaman produktif tapi tidak mengganggu fungsi hutan sendiri.
Selain pohon-pohon kayu, katanya, di hutan pun biasanya terdapat pohon kayu berbuah seperti kesemek yang kini semakin langka. Bisa juga ditumpang sari dengan pohon kopi, namun tetap harus memperhatikan riset kehutanan.(B-002)***