BISNIS BANDUNG --- Pengamat Ekonomi Departemen Ilmu Ekonomi Unpad , Yayan Satyakti, Ph.D mengungkapkan, kontribusi Indonesia terhadap Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dilihat dari ukuran ekonomi (economy size) yakni Produk Domestik Bruto berdasarkan daya beli pada bulan Oktober 2018 kurang lebih sekira 40.85%, kemudian Thailand 15.46%, Malaysia 11.68% dan Pilipina 11.17%. Selain itu Indonesia juga kurang aktif dalam menciptakan pasar di negara mitra dan melihat potensi bisnis, hingga aliran investasi langsung kalah jauh dibandingkan dengan Singapura Sedangkan kontribusi negara anggota MEA terhadap Indonesia , menurut Yayan , jika dilihat dari komposisi pasar berdasar jumlah penduduk, Indonesia menempati urutan pertama dengan jumlah penduduk sekira 40.8% (265 juta ) dari jumlah penduduk ASEAN dengan pendapatan perkapita USD 3.788/tahun, disusul Pilipina (107 juta orang) USD 3.099/tahun, Vietnam (94 juta orang) USD 2.552/tahun. Sedangkan dibandingkan berdasar pada pendapatan perkapita , tertinggi adalah Singapura USD 61.230/ tahun dengan jumlah penduduk sebanyak 5.6 juta, disusul oleh Brunei USD 33.824/ tahun dengan jumlah penduduk sebanyak 430 .000 dan Malaysia USD 10.703/tahun dengan jumlah penduduk 32.4 juta orang. Tapi jika dilihat potensi pasar dengan indikator jumlah penduduk dan daya beli masyarakat, Yayan menyebut , 60% potensi ekonomi ASEAN berada di Indonesia dengan rentang potensi dagang dari Sabang sampai Merauke. Berdasar data Kementerian Perdagangan Indonesia, selama periode tahun 2013-2018 neraca perdagangan pada tingkat ASEAN, Indonesia dan Singapura mengalami defisit sebesar USD 4.1 Miliar, disusul Thailand USD 2.8 Miliar, Malaysia USD 417 juta. Sedangkan bila dibandingkan dengan Pilipina, Indonesia mengalami positif USD 5.7 Miliar, dengan Myanmar USD 681.000, Vietnam sebesar USD 358.000. ”Dari sisi impor, Indonesia banyak tergantung dari impor , terutama dengan Singapura dan Thailand,” ujar Yayan, Senin ( 17/12/18) di Bandung. Dijelaskan Yayan Satyakti, Indonesia merupakan pasar yang besar bagi negara-negara ASEAN , hingga Indonesia perlu melakukan strategi substitusi untuk mengganti produk impor . Neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit dengan Singapura, Thailand, dan Malaysia, namun memiliki neraca positif terhadap Pilipina. Artinya , ujar Yayan . Indonesia kurang aktif dalam menciptakan pasar di negara mitra maupun dalam melihat potensi bisnis, hingga aliran investasi langsung kalah jauh dibandingkan dengan Singapura. "Melihat manfaatnya, kita dapat mengakses barang-barang impor dengan mudah untuk memenuhi kebutuhan domestik dengan harga yang kompetitif, karena dari pasar internasional. Jika kita lihat posisi neraca perdagangan tampaknya, Indonesia masih tergantung pada negara tetangga, karena kebutuhan komoditas di Indonesia belum mencukupi , seperti migas, beras dan lainnya,"ungkap Yayan. Menurut Akademisi Unpad ini, dengan ukuran ekonomi Indonesia yang mumpuni, peran Indonesia dalam MEA sangat besar, tapi Indonesia tidak akan bisa melepaskan diri dari ASEAN dalam situasi global, krena tidak bisa keluar dari sistem, walau Indonesia merupakan "the founding father" ASEAN sejak tahun 1967. Mengulas bagaimana Indonesia memainkan perannya dalam kerjasama MEA, dijelaskan Yayan, Indonesia harus mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor industri agar lebih kompetitif, memperbaiki sistem iklim investasi dan inovasi, selain membangun platform industri ke revolusi Industri 4.0 dengan baik. Menurutnya, Indonesia tidak bisa keluar baik secara geo-politik maupun geo – strategis dari kerjasama MEA. Dalam situasi seperti ini, Indonesia harus siap dengan sistem standarisasi nasional dan internasional untuk standarisasi produksi maupun tenaga kerja. Permasalahan ketenagakerjaan, hukum dan kriminalitas lintas negara bisa dilakukan secara hukum melalui standarisasi nasional dan regional. Ditambahkan, Yayan, agar memiliki peran di MEA yang harus dibenahi oleh pemerintah Indonesia adalah sistem standarisi nasional sebagai proteksi dalam menghadapi MEA yang didukung dengan sistem riset dan pengembangan yang mumpuni antara industri, masyarakat dan akademisi. (E-018)***