Kemudian program angkot/angklung berbasis aplikasi (On Line), yang tujuannya adalah, untuk memudahkan serta memberi kepastian pelayanan bagi masyarakat. Selanjutnya adalah program pembiayaan / kredit kendaraan angkutan, yang tujuannya untuk menurunkan biaya operasinal angkutan umum, dan membutuhkan waktu satu tahun (dengan dukungan perbankan serta pemerintah/LPDB).
Juga ada program konversi angkot ke angkutan massal / bus, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan kapasitas angkut dan menurunkan jumlah armada (mengurangi kemacetan), dengan dukungan perbankan serta pemerintah, baik regulasi maupun fasilitas hibah. Berikutnya adalah, pembentukan divisi angkutan sewa khusus / taxi online, untuk menangkap peluang usaha taxi online yang wajib berbadan hukum.
Juga pengembangan usaha, yakni perubahan mindset pengusaha dan operator angkutan umum, untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, serta perubahan etika dan prilaku operator maupun pengusaha.
Kemudian, program diversifikasi usaha serta peningkatan skala usaha, dan program peningkatan kualitas maupun profesionalisme SDM Koperasi, juga program peningkatan kinerja pengurus, pengawas dan karyawan koperasi.
Penganut motto hidup “Tiada Sukses Diraih Tanpa Keterlibatan Orang Lain” ini menuturkan bahwa, dalam merealisasikan program-program tersebut, Kobutri Jabar memiliki beberapa kendala diantaranya, kesadaran kerjasama SDM yang ada, kelemahan akses terhadap lembaga pembiayaan, kemampuan teknis manajerial, dan kepercayaan pemerintah kepada koperasi angkutan.
Untuk mencapai tujuan program dan pengelolaan koperasi angkutan, Udin Hidayat belajar dan berlatih tentang kewirakoperasian dan manajemen transportasi umum.
Selain sebagai pengurus Kobutri, Udin juga memiliki profesi lain, yaitu sebagai tenaga pengajar di Ikopin (Institut Koperasi Indonesia) Jatinangor Kab. Sumedang.
“Kesulitan yang terjadi dengan dua profesi ini adalah, harus dapat membagi waktu yang sangat ketat. Walaupun demikian, profesi sebagai pengusaha angkutan sudah menjadi pilihan yang tidak mudah untuk ditinggalkan,” ungkapnya kepada BB.
Menurut Udin, pelayanan angkutan bagi masyarakat merupakan kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Tetapi kenyataannya hingga saat ini masih belum dilakukan oleh pemerintah, dan masih mengandalkan masyarakat untuk menyediakan angkutan umum, baik secara perorangan, koperasi, maupun perseroan terbatas.
Pemerintah lebih banyak melakukan pembinaan dan pengawasan yang dituangkan dalam bentuk regulasi yang terkadang menghambat dan menimbulkan beberapa persepsi.
“Seharusnya, jika memang diserahkan kepada badan usaha berbadan hukum, maka sebaiknya pemerintah mempercayakan sepenuhnya, serta memberikan perhatian terhadap kelemahan, khususnya koperasi. Bila disediakan hibah, baik kendaraan maupun biaya operasional kendaraan seharusnya diberikan kepada koperasi yang ada di wilayah,” pungkas penggemar warna hijau itu kepada BB. (E-018)***