SETELAH krisis utang tahun 2011, perekonomian Italia belum benar-benar pulih. Italia dan Yuniani merupakan negara anggota Uni Eropa yang memiliki utang terbesar. Kedua negara itu merupakan pusat krisis ekonomi. Dampak krisis yang nyaris membangkrutkan negara pemilik sejarah kebudayaan paling panjang di dunia itu, masih tersisa sampai enam tahun kemudian. Angka pengangguran sangat tinggi, 35% angkatan kerja muda Italia, menganggur, pertumbuhan ekonomi stagnan.
Melihat kenyataan itu, Presiden Italia, Sergio Mattarella, seperti dimuat KOMPAS 2/1, meminta semua partai politik Italia menyampaikan konsep perbaikan ekonomi. Sontak, para elit politik menyampaikan proposal berupa gagasan agar Itali segera keluar dari krisis berkepanjangan. Ada parpol yang menyampaikan kosep ekstrem yakni meminta Italia keluar dari Uni Eropa seperti yang dilakukan Inggris. Ada yang meminta Italia kembali menggunakan mata uang lira dan bukan mata uang Euro, setidaknya berlaku secara intern di Italia.
Konsep perbaikan ekonomi yang disampaikan parpol itu belum tentu dapat dilaksanakan semuanya oleh pemerintah yang sekarang. Namun yang menarik justru partai politik tidak semata-mata membuat konsep politik meraih kekuasaan padahal mereka menghadapi pemilihan umum bulan Maret 2018. Mereka secara bersama-sama memikirkan pertumbuhan ekonomi negeranya. Konsep perbaikan ekonomi yang datang dari parpol itu pasti disampaikan setelah melalui penggodogan secara konseptual dan matang para ahli yang tergabung dalam parpol tersebut.
Parpol di negara kita sekarang tengah benar-benar fokus pada pilkada 2018, pemilu legislatif, dan pemilu presiden 2019. Mereka tengah melakukan bongkar pasang calon, baik cagub/wacagub maupun pasangan walkot dan cabup. Ternyata proses itu butuh waktu sangat panjang. Tampaknya pendaftaran calon akan dilakukan semua parpol pendukung menjelang akhir batas waktu yang ditentukan. Menentukan pasangan yang ideal itu ternyata cukup sulit. Tidak semua parpol punya kader yang menjadi andalan. Kebanyakan parpol mengusung calon dari luar parpolnya. Konsekuensuinya, para calon nonkader itu tidak dapat secara konsisten meleksanakan semua syarat yang diajukan parpol pendukung, terutama pengajuan calon wakil.
Pencalonan saja memakan energi dan waktu luar biasa. Kapan parpol punya waktu membuat konsep peningkatan ekonomi nasional? Konsep ekonomi, pendidikan, dan pembangunan fisik/nonfisik, dibuat dan dijadikan pegangan presiden terpilih. Kita mengenal Suhartonomik, SBY-nomik, Jokowinomik, dan pendidikan karakter yang digagas Jokowi. Konsep itu dibuat oleh presiden setelah mendengar masukan dari kabinet bukan disitat dari konsep yang diajukan parpol sebelum pemilu.
Benar, parpol tidak boleh intervensi terhadap kebijakan presiden/kabinet. Konsep parpol harus disampaikan kepada lembaga legislatif. Kemudian menjadi putusan dewan yang harus dijalankan pemerintah. Namun legislatif selalu menunggu konsep yang diajukan eksekutif untuk dibahas menjadi undang-undang. Memang mekanismenya seperti itu.
Tampaknya, kita mesti belajar dari Italia tentang mekanisme penyampaian saran dan gagasan terhadap pemerintah. Parpol tidak hanya bicara politik tetapi juga konsep ekonomi, pembangunan, dan pendidikan, termasuk pendidikan karakter bangsa. ***