nasional

Bandung Selatan di Waktu Banjir

Minggu, 3 Desember 2017 | 07:45 WIB
opini anda

  • Bandung Selatandi waktu malam
  • Berselubung sutera putih

KETIKA  kita mendengar lagu ”Bandung Selatan” karya Ismail Marzuki itu, dalam imajinasi kita terhampar dataran yang amat indah memesona. Apalagi pada waktu malam.  Ismail Marzuki yang pernah tinggal di Lamajang, Dayeuhkolot itu, begitu mengagumi daerahnya. Ia mampu melukiskan panorama itu melalui kata dan nada.

Beruntung seniman besar itu telah lama dipanggil Illahi sehingga ia tidak dapat menyaksikan Bandung Selatan sekarang. Ismail Marzuki tidak sempat melihat Citarum  yang selalu meluap-luap pada waktu musim penghujan. Berair hitam legam ketika musim kemarau. Ia tidak menjadi korban banjir yang harus mengungsi ke tempat-tempat penampungan darurat. Ia tidak sempat memantau ketika kota lama atau Dayeuhkolot sangat semerawut ketika musim kemarau dan menjadi lautan ketika musim hujan, laiknya Danau Bandung masa purba.

Bandung Selatan tidak pernah lagi berselubung sutra putih. Selimut tebal berupa embun malam yang putih bak sutera itu tersibak sudah. Tercabik-cabik, kusam dan lusuh. Leuwi Balem, Leuwi Bandung, dan beberapa lubuk lagi yang dulu sarat ikan, tempat para menak marak dan lintar, sekarang tidak ada lagi. Jangan harap mendapat ikan ketika kita memancing di Citarum. Kail kita akan mengait sampah plastik, sepatu butut, bahkan  bantal atau kasur rombeng. Tidak ada jenis ikan yang sanggup hidup di perairan penuh limbah beracun seperti itu.

Makhluk-makhluk imajiner yang diberi tugas menjaga Citarum, seperti Nyi Centringmanik berbentuk ular hijau kehitaman, naga bernama Umbul Muntangkara, pemelihara dan penjaga Citarum lainnya, diperkirakan sejak tahun 1980 minta pensiun dini. Biasanya secara bergiliran mereka berenang di permukaan air dari hulu ke hilir menjelang musim kemarau. Mereka berenang dari hilir ke hulu menjelang musim penghujan. Mereka memilih kehilangan pekerjaan daripada hidup di lingkungan yang semakin menyesakkan. Entah di mana mereka sekarang menetap. Mungkin saja mereka melakukan relokasi ke pulau lain atau bahkan ke laur negeri.

Pada musim penghujan bulan November-Desember tahun ini, kembali Bandung Selatan dilanda banjir. Debit air bukannya menurun meskipun ada proyek penggalian Citarum Kolot, penyelesaian retensi Cieunteung. Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang menjadi daerah yang paling terkenal di Indonesia karena  banyak disebut media massa. Setiap musim banjir, jalan raya Dayeuhkolot sejak Citeutreup hingga awal jalan raya Banjaran terendam air dengan ketinggian antara 50 – 100 cm. Jalan yang menghubungkan  Banjaran – Bandung itu lumpuh. Akibatnya semua kendaraan dari semua jurusan di selatan, masuk dan keluar melalui Baleendah masuk ke Jl. Raya Bojongsoang.

Kendaraan dari selatan ke utara dan sebaliknya hanya dapat melalui satu jalan Baleendah – Bojongsoang. Tidak ada jalan altetrnatif, kecuali dari Paeungpeuk ke Cibaduyut (Sayuran). Jalan itu sempit, berkelok-kelok. Pada saat musim banjir, kendaraan di jalur itu sanat padat. Kemacetan dapat mencapai 3 – 5 km. Jalan raya Baleendah – Bojongsoang yang melewati dua buah jembatan Citarum, sebagai jalan utama, juga tidak luput dari terjangan banjir. Jalan tersebut, khususnya di cekungan ujung Bojongsoang, sebelah utara jembatan Citarum Kolot, juga tergenang antara 30 – 50 cm sepanjang dua kilometer sampai ke perempatan Jl.Siliwangi Baleendah.  Mobil berukuran kecil dan speda motor, sulit berjalan di atas genangan air itu. Kemacetabn total selalu terjadi di jalur itu. Dari pintu tol Buahbatu ke Baleendah dapat menghabiskan waktu 7 – 8 jam dengan motor atau mobil.

Sejak tahun 1990 pemerintah, baik kabupaten, provinsi, maupun pusat sudah turun tangan mengatasi banjir dan menyelamatkan Citarum. Namun keperkasaan Ciatrum tidak mudah terbendung. Kekuatan tenaga, dana, dan teknologi, sampai hari ini, lebih dari dua dasawarsa, belum mampu menaklukkan Cuitarum. Air mengalir sangat kotor dan menjadi pusat pembuangan akhir sampah pada musim kemarau. Menimbulkan banjir besar ketika musim penghujan. Agar mobilitas penduduk di Bandung Sekatan tetap lancar, tampaknya pemerintah harus segera membangun jalan layang dari Soreang melintasi Baleendah ke Gedebage atau Sapan. Interchance dibuka di daerah Banjaran, Baleendah, Bojongsoang, dan Rancaoray. Kalupun jalan layang itu berupa jalan tol, tampaknya dapat disambungkan dengan tol Gedebage.

Dari atas jalan layang itu, seperti Ismail Marzuki, kita dapat menyaksikan Danau Bandung musiman. Sungguh sebuah keindahan yang menyayat hati. ***

Tags

Terkini