nasional

Pasar Minta Jaminan Perikanan Bersertifikat

Minggu, 19 November 2017 | 10:45 WIB
opini anda

PASAR internasional perikanan cenderung makin hati-hati dalam membeli ikan, termasuk ikan  dari Indonesia. Hal itu berkaitan dengan keamanan pangan dari paparan limbah, baik limbah industri resmi maupun industri ilegal. Pencemaran perairan di beberapa tempat di Indonesia menjadi isu yang sedikitnya menghambat ekspor ikan. Perikanan rakyat berupa jaring terapung di beberapa waduk, khusunya Waduk Saguling dan Cirata di Jawa Barat,  dikhawatirkan terpapar merkuri. Begitu pula perikanan tangkap di bebera pantai seperti Teluk Jakarta, ketika diekspor, tidak terlalu lancar karena harus melalui pemeriksaan amat teliti.

Selama inui ekspor ikan Indonesia menjadi penunjang pendapatan negara. Negara yang paling banyak mengimpor ikan Indonesia masih tetap Amerika Serikat.(40%), Jepang 15 persen, China 12 persen. Udang dan tuna merupukan ikan yang sangat diminati pasar internasional. Dikhawatirkan ekspor ikan yang makin berkembang itu justru terkendala dengan isu merkuri tersebut. Indonesia harus memiliki jaminan, ikan yang diekspor memiliki kualitas baik dan terbebas dari paparan limbah logam berat merkuri.

Jaminan itu dapat berupa sertifikatsi usaha budidaya perikanan. Pemerintah diharapkan mendorong para pengusaha perikanan beralih dari perikanan tangkap ke perikanan budidaya. Ikan hasil budidaya jauh lebih mudah dalam pengawasan, peningkatan teknologi, dan membebaskannya dari paparan limbah. Itu semua harus dibuktikan dengan sertifikat resmi. Para pengusaha budidaya ikan pasti menghendaki adanya sertifikasi itu namun mereka mengalami kesulitan birokratis dan biaya. Para pengusaha menilai biaya sertifikasi itu sangat mahal. Kalau biaya tersebut dihitung sebagai modal, harga ikan akan mahal dan tidak akan mampu bersaing di pasar global.

Pasar Amerika Serikat melalui Badan Pengawas Obat dan Makanannya (FDA) mendesak Indonesia menerbitkan sertifikat bagi perusahaan tambak ikan. Mereka akan langsung membeli ikan dari tambak-tambak yang memiliki sertifikat. Pasar internasional menuntut produk perikanan yang memenuhi keamanan pangan, ketertelusuran (traceability) dan keberlanjutan (sustainability). Tuntutan itu sebenarnya bukan saja bagi sektor perikanan tetapi bagi komoditas ekspor lainnya. Namun sekarang, tuntutan itu semakin terfokus pada perikanan. Sejak pembibitan, mutu air, pemeliharaan, dan pengolahan, masuk pada persyaratan ekspor ikan. Hal itu mengemuka dalam seminar bertajuk ”Indonesia Fisheries &Aquaculture Forum” di Jakartra.

Tuntutan pasar yang menginginkan keterbukaan sektor perikanan Indonesia sangat wajar. Pasar internasional ingin konsumen di negaranya aman dalam mengonsumsi ikan yang didatangkan dari Indonesia. Mereka berusaha keras melakukan penelusuran asal-usul ikan  yang dibelinya. Mereka juga mengharapkan keberlanjutan produk ikan, jangan sampai di tengah perjalanan, perikanan Indonesia tidak dapat memenuhi pesanan. Jaminan itu perlu karena suka terjadi kasus keterlamabatan pemasokan, kualitas yang fluktuatif, dan ketersediaan produk yang tidak konsisten.

Menurut pemerintah, sertifikasi bagi perusahaan budidaya perikanan sudah diberikan dan tanpa biaya. Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Umi Windriani mengatakan, serifikasi perikanan budidaya yang diterapkan di Indonesia sudah memenuhi standar Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO)  Cara budidaya dan pembenihan ikan yang baik telah dilaksanakan lewat sertifikasi Indogap (KOMPAS 15/11). Namun menurut para pengusaha perikanan budidaya, sertifikasi itu belum merata. Masih banyak pengusaha yang tidak paham tata cara memperoleh sertifikat. Lalau ada pengusaha yang sudah paham, tetapi ia tidak sanggup membayar biayanya.

Tampaknya, sosialisasi sertifikasi itu belum mencapai sasaran secara merata. Pemerintah berkewajiban melakukan sosialisasi pentingnya sertifikasi. Tanpa sertifikasi, produk perikanan yang dihasilkan petambak  tidak dapat masuk pasar internasional. Pemerintah masih harus mau berkorban menerbitkan sertifikasi bagi semua perusahaan perikanan budidaya. Pangkaslah birokrasi yeng berbelit-belit dan mampu menekan biaya. Birokrasi berbelit dan biaya yang tinggi merupakan celah bagi para pemalsu sertifikasi. Hindarilah itu dengan pengawasan yang lebih ketat. Pemerintah juga harus berupaya keras membebasklan perairan Indonesia dari paparan limbah logam berat dan limbah lainnya. (N.Sumiati)***

Tags

Terkini