PANTAI di mana pun di dunia selalu menjadi daerah yang menyenangkan. Wisata pantai selalu menjadi andalan semua negara yang memiliki laut, sebagai destinasi wisata unggulan. Sayangnya, di Indonesia,justru banyak pantai yang sangat kotor. Pencemaran lautan di Indonesia berupa logam berat dan plastik semakin meluas dan menjadi-jadi.
Logam berat berasal dari limbah industri sedangkan plastik berasal dari limbah domestik. Semua limbah itu terbawa aliran sungai. Kandungan logam berat pada air laut di berbagai muara sungai di Indonesia, khususnya di P. Jawa, sudah melebihi ambang batas. Begitu juga cemaran mikroplastik yakni partikel yang berasal dari pelapukan sampah plastik semakin tinggi.
Sudah cukup lama Indonesia menyatakan ”perang” terhadap sampah plastik. Namun hasilnya, sampah plastik benar-benar menguasai tempat pembuangan sampah dan semua sungai di perkotaan. Citarum, salah satu sungai yang paling ”menarik” sampah plastik, berdesakan di permukaannya. Sejak Majalaya, di hulu hingga muara di Ujung Bekasi, penuh sampah plastik.
Harian Umum PR memuat reportase Ekspedisi # PlasticBottleCitarum. Pelakunya dua orang pemuda kakak beradik asal Paris, Prancis, Garry dan Sam Bencheghib. Keduanya menggunakan kayak buatannya berupa anyaman ribuan botol plastik. Pada pelaksanaanya, kedua kayak atau perahu unik itu tidak dapat didayung dari hulu ke hilir Citarum. Sungai terpanjang di Jabar itu tengah surut, dangkal, dan permukaannya penuh sampah, terutama sampah plastik.
Mungkin kedua pemuda yang punya pengalaman mendalam tentang sungai di beberapa negara, merasa heran, masyarakat sekitar Citarum tidak merasa risih dengan pencemaran terhadap Citarum itu. Sebagai pemilik sungai itu, masyarakat begitu akrab dengan warna air sungai yang hitam kelam dan sampah plastik yang terhampar di atas permukaan air. Penduduk dan industri di sepanjang sungai tanpa perasaan apa-apa, dengan tenangnya membuang sampah ke sungai. Ada pula anggota masyarakat yang tanpa menggunakan peralatan apa-apa, masuk sungai memunguti plastik yang dapat didaur-ulang.
Orang-orang pemungut plastik dari Ciatrum dan semua anak sungainya itu merupakan ”pahlawan” lingkungan. Mereka memunguti sampah plastik berupa botol, gelas, keresek, dan sebagainya. Hasilnya dijual ke pengepul atau sekarang ke Bank Sampah. Namun nyatanya, sampah plastik di permukaan Citarum tidak berkurang bahkan terus bertambah. Apalagi pada musim kemarau seperti sekarang ini, karena sampah itu tidak hanyut ke hilir, timbul tumpukan sampah beronggok-onggok berupa pulau-pulau sampah di sepanjang Citarum.
Kita patut mengapresiasi kerja Sam dan Garry, anak muda Prancis itu. Namun yang amat kita butuhkan adalah solusi agar Citarum bersih, ikan dan hasil laut lainnya tidak terpapar cemaran. Penceghahan dengan sosialisasi, anjuran, bahkan regulasi, tidak serta merta dapat menyelamatkan Citarum dan lautan di Indonesia.
Penyelamatan Citarum dalam jangka pendek ialah penegakan hukum. Pemerintah bersama DPR merevisi UU lingkungan. Kalau di hutan ada polhut, di daera wisata ada polisi pariwasata, di kota ada Satpol PP, tidak berlebihan bila dibentuk polisi lingkungan hidup. Jangka panjangnya, masukkan masalah lingkungan ke dalam kurikulum sejak SD. ***