nasional

Mendayagunakan Koreak

Minggu, 13 Agustus 2017 | 09:45 WIB
opini anda

DALAM mitos sebagian orang Sunda, koreak merupakan burung penyebar kematian.  Burung malam itu sering kali berkeliaran sambil berbunyi laiknya teriakan yang menyeramkan. Dulu, di perkampungan, ketika orang mendengar teriakan koreak, harus segera membalikkan badan dari telentang menjadi telungkup atau miring ke arah kanan. Ada ungkapan yang sampai sekarang masih dikenal di masyarakat Sunda ketika terdengar bunyi koreak, ”Ka sabrang ka Palembang!” Ungkapan yang membuat orang Palembang merasa nyinyir itu, kemudian ditambah dengan ungkpan lanjutannya yakni ”ari balik mawa kurupuk!”  Maka cairlah ”ketegangan” wong kito dan urang Sunda akibat koreak tersebut. Permusuhan manusia Sunda terhadap koreak, hampir sama dengan perlakuan terhadap bueuk padahal bueuk di Barat diabadikan sebagai simbol  ilmu pengetahuan atau orang berilmu.

Koreak merupakan burung pemangsa berukuran cukup besar, termasuk jenis burung hantu berbulu putih. Orang menyebutnya juga  serak jawa atau bueuk bodas. Dalam kamus fauna disebut   tyto alba. Berbeda dengan burung lain, koreak  memiliki wajah bulat agak pipih, matanya besar berparuh agak melengkung. Persis burung hantu hanya bulunya saja yang putih berbintik coklat kehitaman, terutama pada ujung-ujung sayapnya. Cakarnya kuat dengan kuku-kukunya yang tajam.

Sebagai predator dan burung malam, pandangannya sangat tajam. Pergerakannya memang kalah cepat dibanding elang atau camar. Koreak suka hinggap di pohon-pohon tinggi atau di atap-atap rumah kosong. Mangsa utamanya tikus namun apabila tikus jarang, anak ayam, anak burung, bahkan katak, dilahapnya pula. Pada musim kering, koreak sering berteriak-teriak di malam hari, mencari air, mendekati kolam, sungai, atau tempat penampungan air warga kampung. Karena kehausan, sering kali, koreak terdampar  di tepi kolam kering, di kebun,  atau di halaman rumah penduduk.

Mungkin karena dianggap sekeseler hantu, koreak dan bueuk ditakuti manusia. Amat jarang orang yang mau memelihara kedua jenis burung malam itu. Orang akan menganggap aneh kalau ada yang membuka usaha penangkaran koreak atau bueuk. Di negara lain, misalnya di Malaysia, sudah lama para petani memanfaatkan burung hantu  untuk memangsa hama tikus.Baru kali ini, ada kelompok tani di Sumedang yang mendayagunakan bueuk dan koreak sebagai penjaga tanaman padi. Ternyata ”kinerja” burung yang punya stigma atau predikat jelek itu sangat bermanfaat. Pemberantasan hama tikus dengan memanfaatkan predator itu jauh lebih efektif dan efisien dibanding pemberantasan hama dengan cara lain.

Cara memikat koreak atau bueuk yang dilakukan para petani Desa Kubangwangi, Ujungjaya, Kabupaten Sumedang itu sangat mudah. Mereka membuat sangkar atau rumah-rumahan  di sawah berukuran sebesar kandang merpati namun agak lebar. Ternyata koreak dan bueuk yang selalu bekerja malam membasmi tikus, siang hari beristirahat pada kandang-kandang (rubuha) itu. Pada rumah-rumah ”bersubsidi” itu para koreak dan burung hantu beranak pinak.

Ada dua manfaat pendayagunaan predator itu. Hama tikus dapat dibasmi, sekali gus melestarikan fauna yang semakin langka. Pada awalnya pasti harus ada upaya menyeluruh apabila pemanfaatan predator itu akan disebar-luaskan ke seluruh daerah pertanian pangan. Upaya yang bisa jadi cukup berat ialah mengubah paradigma masyarakat tentang stigma koreak dan bueuk.  Masyarakat harus secara bertahap diajak akrab dengan koreak dan bueuk. Sedikit demi sedikit, mitos itu dihilangkan. Predator itu justru punya nilai manfaat sangat besar. Hentikanlah kebiasaan memburu dan membunuh kedua burung malam itu. Biarkanlah mereka hidup damai di tengah hiruk pikuk kehidupan manusia. Biarkanlah mereka sejahtera karena makanannya berlimpah.

Mulai hari ini, meskipun agak terlambat, mari kita berdamai dengan koreak dan bueuk. Mesekipun namanya burung hantu, yakin, kedua ptredatot itu bukan hantu. Ketika mendengar suara “kueuk” tengah malam, atau teriakan koreak di atas atap rumah, tidak usaha menyumpahi dan mengusir mereka agar pergi ke tanah sebrang. Biarkanlah mereka di lingkungan kita. Malam hari ketika manusia tertidur lelap, justru mereka bekerja menyelamatkan tanaman padi di sawah atau ladang dari serangan si rakus, tikus. (B-1) ***

Tags

Terkini