nasional

Haji Punya Uang Rp 100 Triliun, Bagaimana Membelanjakannya?

Minggu, 6 Agustus 2017 | 07:45 WIB
opini anda

DANA haji yang berasal dari setoran awal, nilai manfaat, dan dana abadi umat, sampai akhir tahun 2016 terkumpul Rp 93,2 triliun. Jumlah itu akan genap menjadi Rp 100 triliun pada akhir tahun 2017. Dana yang terkumpul itu cukup mengagetkan.Baru kali inilah, rakyat Indonesia engeuh, haji dan calon haji ternyata punya dana sangat besar. Departemen Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) baru sekarang secara terbuka mengumumkan dana haji itu.

Munculnya angka itu pada saat pemerintah berusaha mendekati berbagai negara, baik dengan tujuan berutang maupuan menawarkan investasi. Indonesia tengah membutuhkan dana untuk biaya pembangunan, khusunya pembangunan infrastruktur. Aliran dana luar negeri terus masuk Indonesia. Sepanjang dana luar itu berputar di Indonesia, manfaatnya dapat dipetik untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun sering kali terjadi relokasi industri ke luar negeri, akibatnya sangat vatal bagi industri, perdagangan, dan ketenagakerjaan.

Dengan adanya dana haji yang fantastik itu, munculah berbagai pendapat. Banyak yang berpendapat, dana itu seyogianya dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur sehingga Inodensia tidak terus menerus menumpuk-numpuk  utang luar negeri. Ada pula yang berkeinginan, dana itu digunakan  untuk membangun hotel di Arab Saudi. Jemaah haji Indonesia tidak harus mencari penginapan yang murah setiap musim haji. Indonesia memiliki fasilitas hotel yang representatif. Pendapat lain muncul pula yakni BPKH turut berinvestasi di dalam negeri, antara lain dengann membeli saham atau obliggasi yang dikeluarkan pemerintah. Prersiden RI, JokoWidodo, menganjurkan dana haji itu untuk investasi rendah risiko daripada dibiarkan menganggur.

Pembicaraan tentang dana haji itu masih terus berkembang. Banyak sekali pendapat yang berlain-lainan. Pendapat itu bahkan meluas sampai kepada masalah yang amat sensitif yakni masalah halal dan haram, masalah riba, utang, dan sebagainya. Ternyata pemanfaatan harta bersama itu tidak terlalu sederhana.  Dana itu merupakan milik umat, milik jemaah haji, bukan milik negara atau lembaga/badan pemerintah. Seperti disampaikan Presiden Joko Widodo, penggunaan uang umat itu harus berhati-hati benar.

Selama ini banyak umat yang buta terhadap dana haji itu. Berapa jumlahnya dan bagaimana cara pengggunaannya. Seperti dimuat KOMPAS (31/7), Komisi VIII DPR mengamati, dana haji itu diinvestasikan, termasuk untuk pembangunan infrastruktur serta untuk membantu APBN. Sukuk Dana Haji Investasi (SDHI) saat ini berjumlah Rp 35,2 triliun dan dana yang diinvestasikan dalam proyek berbasis sukuk (project based sukuk) Rp 400 miliar. Seyogianya, para haji, sebagai pemilik dana, tahu persis, berapa imbal jasa dari investasi itu. Kemudian bagaimana pemanfaatannya, apakah hal itu merupakan otoritas BPKH atau ada lembaga lain sebagai pendamping atau pengawas?

Agar masyarakat tidak bertanya-tanya, terutama terhindar dari fitnah, pengumpulan dana hanji beserta pemanfaatannya harus dilakukan oleh lembaga yang memiliki ototritas berdasarkan perundang-undangan.  DPR, dalam hal ini Komisi VIII, dapat berinisasi mengusulkan pembuatan undang-undang pengelolaan dana haji.  Undang-undang itu dapat memayungi tindakan pengumpulan, penyimpanan, dan pemanfaatan dana haji. Tentu saja undang-undang itu tidak bertentangan dengan undang-undang di atas dan UU lain. Namun juga tidak bertentangan secara syar’i. Bila kelak UU itu terbit, pemerintah bersama DPR dapat membentuk komisi yang bertindak sebagai pendamping dan pengawas lembaga/otoritas dana haji tersebut.

Sebetulnya, jangankan dana umat yang berkaitan erat dengan keagamaan, untuk dana lain pun, pemerintah atau pengguna dana, tetap saja harus berhati-hati. Terbuka, rasional, akuntabilitas, dan bermanfaat bagi rakyat, khusunya haji dan calon haji.  Dana haji banyak, tidak menjadi alasan, naik haji harus gratis. Berhaji itu wajib bagi yang mampu, termasuk mampu  secara ekonomi (membayar ONH dan bekal di Tanah Suci). Dana haji harus bermanfaat sebagai fasilitas bagi jemaah haji. Pengurusan naik haji dapat dilakukan secara lebih mudah dan murah. Transportasi, baik darat maupun udara, benar-benar aman dan nyaman. Begitu juga fasilitas di Tanah Suci, baik katering, transportasi, maupun maktab,  lebih baik lagi.

Tentang pemanfaatan  dana haji, baik sebagai investasi, maupun cara lain, bergantung pada pasal-pasal pada undang-undang dana haji. Silang pendapat, masukan, perdebatan, sebaiknya dilakukan pada saat penyusunan RUU Dana Haji. Semua pemangku kepentingan, termasuk para ulama, berembuk untuk tujuan yang sama, keabsahan pengumpulan dan pemanfaat dana haji.

Labaik allohuma labaik, labaik la syarikala kala baik. ***

Tags

Terkini