bisnisbandung.com - Polemik terkait Bandara IMIP Morowali terus berkembang menjadi isu bola liar di ruang publik. Beragam narasi berseliweran di media sosial, termasuk anggapan bahwa Presiden Ke-7 Joko Widodo pernah meresmikan bandara tersebut.
Namun, pengamat politik Yunarto Wijaya menilai informasi yang beredar telah tercampuraduk dan membuat Jokowi terseret sebagai pihak yang disalahkan, padahal tidak memiliki kaitan langsung.
Yuniarto menilai beredarnya video yang memuat klaim keliru menjadi pemicu utama. Menurutnya, banyak pengguna media sosial yang mengira Jokowi meresmikan Bandara IMIP, padahal presiden saat itu meresmikan dua hal berbeda pada waktu yang berbeda.
Baca Juga: Huru-Hara Bandara IMIP Morowali, Faldo Maldini Sebut Jokowi Dijadikan Sasaran Fitnah
“Saya enggak tahu ada yang nyetir atau tidak ya, tapi saya nonton sendiri videonya dan saya harus katakan memang Pak Jokowi dalam konteks ini korban hoaks,” ujarnya dilansir dari youtube Kompas TV.
Pada 2015, Jokowi meresmikan kawasan industri IMIP, sedangkan pada 2018 ia meresmikan Bandara Maleo yang berada di wilayah Morowali.
Kesalahan informasi dalam caption video membuat publik salah memaknai konteks dan menarik kesimpulan yang tidak tepat.
Isu ini kemudian makin berkembang karena dinamika di pemerintahan saat ini, terutama setelah pernyataan Menhan Sjafrie Sjamsoeddin yang menyoroti keberadaan bandara tanpa keterlibatan negara.
Pernyataan tersebut kemudian mendapat respons berbeda dari Kementerian Perhubungan, termasuk perbedaan penjelasan antara menteri dan wakil menteri.
Situasi ini dinilai Yunarto memperlihatkan lemahnya koordinasi dalam pemerintahan Presiden Prabowo, sehingga publik tidak mendapatkan satu informasi yang jelas dan konsisten.
Yunarto mengungkapkan adanya perubahan keputusan Kemenhub pada 2025 yang mencabut status sebelumnya terkait pengakuan bandara khusus sebagai bandara internasional.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai standar pengawasan, termasuk absennya imigrasi dan perangkat negara lain jika bandara tersebut berstatus internasional. Ketidaksinkronan penjelasan antarinstansi dianggap turut memperbesar ruang spekulasi.
Ia juga menekankan bahwa bandara khusus bukan hal baru di Indonesia. Sejumlah perusahaan besar seperti Vale, Freeport, hingga KPC di Kalimantan Timur telah lama mengoperasikan bandara serupa tanpa menimbulkan polemik besar.