Bisnisbandung.com - Ekonom Awalil Rizky menyoroti efektivitas kebijakan wajib parkir 100% devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) yang diberlakukan pemerintah sejak Maret 2025.
Menurutnya kebijakan yang semula diharapkan dapat memperkuat cadangan devisa nasional itu justru belum menunjukkan dampak signifikan.
Dalam komentarnya di kanal YouTube pribadinya, Awalil mengutip laporan Bisnis Indonesia yang menyoroti perbedaan klaim antara Presiden Prabowo Subianto dan Bank Indonesia (BI) terkait hasil implementasi kebijakan tersebut.
Baca Juga: Setelah 7 Tahun, Afgan Kembali dengan Single Terbaru 'Kacamata'
Awalil menjelaskan “Presiden Prabowo menilai dampaknya belum optimal terhadap cadangan devisa sementara BI justru mengklaim kebijakan itu cukup efektif.”
“Jadi ini menarik karena menunjukkan adanya perbedaan perspektif di antara lembaga tinggi negara,” ujar Awalil.
Awalil menjelaskan berdasarkan data Bank Indonesia per akhir September 2025 posisi cadangan devisa turun menjadi USD 148,7 miliar lebih rendah dibandingkan akhir 2024.
Penurunan itu terjadi tiga bulan berturut-turut — Juni, Juli, dan Agustus.
“Logikanya kalau kewajiban parkir devisa sudah berlaku, cadangan devisa semestinya naik. Tapi faktanya malah menurun,” kata Awalil.
Baca Juga: Cara Mudah Menyimpan Video dari Facebook untuk Ditonton Kapan Saja
Penurunan ini lanjutnya menjadi indikasi bahwa kebijakan tersebut belum berjalan sebagaimana diharapkan.
Meski begitu,ia menegaskan bahwa perubahan cadangan devisa tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor DHE, melainkan juga oleh kebijakan intervensi pasar valuta asing oleh BI untuk menjaga stabilitas rupiah.
Awalil menilai bahwa insentif bagi eksportir untuk memarkir devisanya di dalam negeri lebih efektif ketimbang sekadar pemberlakuan sanksi.
“Kalau hanya sanksi pasti akan selalu ada cara untuk menghindar. Tapi kalau diberikan insentif yang menarik mereka akan dengan sukarela menempatkan dananya di Indonesia,” ucapnya.
Baca Juga: Luhut Yakinkan Proyek Whoosh Bisa Diselesaikan Melalui Restrukturisasi