bisnisbandung.com - Wacana kenaikan dana bantuan partai politik dari Rp1.000 menjadi Rp10.000 per suara sah menuai respons negatif.
Salah satu kritik datang dari Koordinator Komite Pemilihan Indonesia, Jeirry Sumampow, yang mempertanyakan efektivitas kenaikan sebelumnya serta alasan di balik usulan kenaikan kali ini.
Menurut Jeirry, argumen yang diajukan saat kenaikan dana partai dari Rp100 ke Rp1.000 beberapa tahun lalu sebetulnya sama dengan yang digunakan sekarang.
“Maksudnya begini: persuara, kalau kita lihat dulu alasan yang dikemukakan waktu 100 naik, sama dengan sekarang, demokratisasi partai, kemandirian partai,” ujarnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube Metro TV.
Baca Juga: Pro dan Kontra Gaya Komunikasi Politik Dedi Mulyadi, Ini Analisis Adi Prayitno
Pemerintah dan partai politik saat itu menjanjikan peningkatan kualitas demokrasi internal, akuntabilitas, hingga penguatan kemandirian partai politik. Namun dalam praktiknya, semua asumsi tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan.
“Jadi dejavu nih ya, lagu lama: akuntabilitas dan seterusnya, tidak lakukan transaksi politik, tidak lakukan korupsi, dan lain-lain. Jadi semua asumsi yang dulu dipakai, itu dipakai lagi sekarang untuk menaikkan untuk menambah dana partai politik,” jelasnya.
Evaluasi terhadap penggunaan dana publik itu menunjukkan bahwa dana bantuan yang telah diberikan belum mampu memperbaiki kultur politik secara substansial.
Baca Juga: Kenapa Publik Tak Percaya? Rocky Gerung Kupas Kasus Ijazah Jokowi
Indikator seperti penguatan transparansi, pengurangan politik transaksional, dan peningkatan partisipasi publik belum banyak mengalami kemajuan.
Lebih jauh, usulan kenaikan dana ini dinilai tidak sejalan dengan kondisi fiskal negara. Di tengah situasi keuangan yang menantang, justru muncul usulan peningkatan anggaran untuk partai politik, terutama yang berasal dari kelompok partai koalisi pendukung pemerintah.***
Baca Juga: Ketawa Bareng Helmi Yahya & Gus Miftah, Dedi Mulyadi Buka-bukaan soal APBD dan Nyi Ratu Kidul