Salah satu contohnya adalah program makan siang gratis yang membutuhkan anggaran besar, sehingga menyebabkan pemotongan dana di berbagai kementerian dan lembaga.
"Akibatnya terjadi kendala dalam operasional pemerintahan seperti gaji petugas kebersihan yang tertunda, pengurangan layanan publik, hingga meningkatnya PHK akibat daya beli masyarakat yang melemah," kata Ikrar Nusa Bhakti.
Ikrar Nusa Bhakti juga menyoroti hubungan pemerintah dengan sektor swasta.
Di era Soeharto pemerintah memiliki kendali penuh terhadap pengusaha.
Salah satu contoh konkret adalah saat Pangkopkamtib Laksamana Sudomo turun tangan untuk menekan perusahaan multinasional agar tidak menaikkan harga produk demi menjaga daya beli masyarakat.
Sebaliknya Prabowo dinilai kurang memiliki kendali yang kuat terhadap pengusaha sehingga kebijakan ekonomi lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan bisnis.
Hal ini disebut mirip dengan era Jokowi di mana pengusaha memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan pemerintah.
Dalam sektor pendidikan Soeharto disebut memberikan perhatian besar dengan membangun sekolah-sekolah SD Inpres di berbagai daerah serta memastikan biaya pendidikan tetap terjangkau.
Bahkan mahasiswa yang aktif dalam demonstrasi tetap mendapatkan akses pendidikan dengan peluang studi ke luar negeri.
Baca Juga: Adi Prayitno Soroti Kekhawatiran, Gerindra akan Usung Kembali Prabowo di Pilpres 2029
Namun pada era Prabowo anggaran pendidikan justru mengalami pemotongan.
Akibatnya biaya kuliah di perguruan tinggi negeri melonjak sehingga semakin banyak masyarakat yang kesulitan mengakses pendidikan tinggi.
Ikrar Nusa Bhakti menyimpulkan bahwa Soeharto lebih tegas dalam menghadapi tantangan ekonomi dan politik.
Baca Juga: Tajam! Ikrar Nusa Bhakti: Jokowi Lebih Buruk dari Soeharto dalam Pengelolaan Kekuasaan dan Ekonomi