Bisnisbandung.com - Beberapa hari yang lalu, DPR baru saja menyetujui revisi kedua UU ITE tentang aturan hukum penghinaan di internet.
Perubahan utama melibatkan mengecualikan ketentuan tentang pencemaran nama baik dan perlindungan anak di ranah digital terutama internet.
UU ITE atau undang-undang nomor 11 tahun 2008 telah disetujui oleh DPR RI terkait revisinya yang kedua.
Baca Juga: Kenali Kandungan Tretinoin yang Terbukti mencerahkan dan Tumpas Jerawat
Hal ini berdasarkan keterangan dari Menkominfo Budi Arie Setiadi agar hukum dapat meredam masyarakat yang sering barbar di internet.
"Sama halnya di ruang fisik, hal ini dimaksudkan semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis,"ujar Budi Arie Setiadi sebagai Menkominfo.
Namun, salah satu poin menariknya dari hasil revisi tersebut adalah soal penghinaan yang "diperbolehkan".
Baca Juga: Cara Baca Algoritma Untuk Kembangkan Karir Di Platform Tiktok
Akan tetapi hal ini bukan semata-mata dilakukan sebagai bentuk upaya untuk menutup mata sama penghinaan.
Justru sebaliknya, ketentuan pengecualian penghinaan dibuat agar tidak ada lagi korban yang malah berbalik jadi tersangka.
Salah satu contoh kasusnya yang dirasakan oleh seorang Guru Honorer bernama Baiq Nuril pada tahun 2018.
Baca Juga: Kalau Kita Punya Online Shop, Apakah Offline Shop Masih Pentingkah
Baiq Nuril menerima pelecehan seksual verbal lewat telepon namun pada akhirnya jadi tersangka setelah melapor di tahun 2018.
Dengan laporan itu tertulis ancaman 6 bulan penjara dan denda sebesar 500 juta Rupiah meski akhirnya mendapatkan amnesti.