Tin dan Penny, kakak beradik menjadi pemilik rumah dengan arsitektur khas masa kolonial.
Baca Juga: Sudut Dilan, Refleksi Wisata Melalui Literasi Dan Film
keduanya membenarkan bahwa rumah tersebut tidak boleh dipakai foto lagi, keinginan tersebut juga berasal dari warga sekitar.
"Ya saya awalnya silakan saja kalau ada sering berfoto. Tapi lama-lama warga sekitar itu terganggu, jadi semakin ramai datang. Terus menghalangi jalan, banyak mobil, lama-lama jadi banyak jualan di sini padahal kan nggak boleh," ucap Tin .
Selain mengganggu warga sekitar, hal ini bisa mengganggu penghuni rumah.
Baca Juga: Ada “Dilan Corner” di Taman Saparua
Dalam ceritanya, Tin menyampaikan bahwa sering kali anak-anak muda lewat sambil teriak di depan rumah selain adanya sampah yang berserakan.
Tin dan Penny sudah tak lagi muda, seharusnya tinggal menikmati ketenangan di rumah.
"Ya sebetulnya saya tidak terganggu. Tapi memang banyak anak muda suka lewat, teriak-teriak 'Milea!! Milea!!', terus kalau banyak jajan jadi bikin banyak sampah berserakan ," ungkap Tin.
Tin dan Penny mengungkap bahwa keduanya merasa tersanjung karena banyak menyukai rumah peninggalan orang tuanya.
Namun, kunjungan dilakukan selama ini tak sebanding dengan dampaknya.
Selain berfoto dia, parkir sembarangan, nyampah atau menghalangi jalan, wisatawan datang ada sampai naik dan menduduki pagar.
Hal ini membuat Tin dan Penny beberapa kali harus memperbaiki pagar rusak.