Cacat Formil, UU IKN Digugat Para Pakar Ke MK Tak Merepresentasikan Asas Keterbukaan Publik

- Kamis, 10 Maret 2022 | 16:12 WIB
Cacat Formil, UU IKN Digugat Para Pakar Ke MK Tak Merepresentasikan Asas Keterbukaan Publik
Cacat Formil, UU IKN Digugat Para Pakar Ke MK Tak Merepresentasikan Asas Keterbukaan Publik

BISNIS BANDUNG  -  Sejumlah pakar akademisi dari  berbagai disiplin ilmu menggugat Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) melalui Mahkamah Konstitusi . UU IKN yamh disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 18 Januari 2022 ,  disahkan dalam waktu cukup singkat hanya dalam tempo 43 hari sejak dibahas pada 7 Desember 2021. UU IKN berisi 11 bab dan 44 pasal terkait dengan urusan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur.

 Presiden Jokowi beralasan pemindahan ibu kota disebutnya antara lain seperti pemerataan ekonomi dan populasi. Dalam rapat pimpinan TNI-Polri, hari Selasa (1/3/2022) Jokowi kembali menegaskan dan meyakinkan publik bahwa pemindahan ibu kota harus segera dilakukan. Kajian pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta sudah sejak lama, tapi tak kunjung direalisasikan. “Kajiannya sudah lama sekali. Kalau tidak kita eksekusi kajian-kajian yang ada ya sampai kapanpun tidak akan terjadi,” ujar Jokowia. “Butuh keberanian, ada risikonya , tapi kita ingin pemerataan. Bukan Jawa sentris tapi Indonesia sentris,” ungkap Jokowi menegaskan. Namun tak semua pihak sepakat dengan pandangan Jokowi, hal itu nampak dari munculnya gugatan beberapa pihak atas UU IKN tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga: Maklumat PA 212 Hentikan Pembangunan Ibu Kota Baru

UU  IKN digugat oleh Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) mengajukan uji formil UU IKN ke MK pada 2 Februari 2022. Sejumlah tokoh PNKN seperti mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua, mantan anggota DPD DKI Jakarta Marwan Batubara, politikus Agung Mozin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Muhyiddin Junaidi serta 7 orang lainnya. Para pemohon menyebut UU IKN tidak melalui proses perencanaan yang berkesinambungan. Mulai dari dokumen perencanaan pembangunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan negara dan pelaksanaan pembangunan. PNKN menyebut,  UU IKN tidak memperhatikan materi muatan karena banyak mendelegasikan materi substansial ibu kota ke peraturan pelaksana. “Dari 44 pasal di UU IKN terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana,” disebutkan dalam gugatan PNKN  tersebut.

 Selain itu para pemohon juga menilai UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan. Dalam materi gugatannya PNKN menyertakan hasil jajak pendapat suatu lembaga survei yang menunjukan bahwa mayoritas respondennya tak setuju dengan pemindahan ibu kota. Disebutkan PNKN, bahwa proses pembentukan UU IKN. Pasalnya, pemohon menyampaikan dari 28 tahapan atau agenda pembahasan RUU IKN di DPR hanya 7 dokumen dan informasi yang bisa diakses publik. Dalam gugatan tersebut disebutkan , “Representasi masyarakat yang terlibat dalam pembahasan RUU IKN sangat parsial dan tidak holistik.Padahal IKN merupakan perwujudan bersama ibu kota negara RI yang seharusnya dapat lebih memperluas partisipasi dan pihak-pihak dari berbagai daerah, golongan dan unsur kepentingan masyarakat dalam pembahasannya,” ungkap para pemohon.Sebab itru pemohon menilai UU IKN tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Baca Juga: Pemindahan Ibu Kota Jabar Jangan Latah  Perhatikan Insfrakstruktur dan Suprastruktur

Cacat formil

Selain digugat oleh PNKN ,  UU IKN  juga digugat oleh Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra dan 19 orang lainnya. Gugatan diajukan ke MK pada Selasa (1/3/2022) pukul 16.00 WIB. Para pemohon menilai UU Nomor 3 Tahun 2022 itu cacat formil karena tidak sesuai dengan UUD 1945. “Tidak dipenuhinya hak untuk dipertimbangkan (right to be considered) dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained),” tertulis dalam petitum permohonan uji materi itu yang dikutip Senin (7/3/2022). Kemudian para pemohon menilai tidak terpenuhinya hak untuk dipertimbangkan dan hak untuk mendapatkan penjelasan dalam pembentukan UU IKN itu bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan pembentukan UU mesti menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama. Disamping minim partisipasi dalam pembentukan UU IKN yang tak sesuai dengan Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28C Ayat (2) UUD 1945 yang mengatur partisipasi masyarakat. “Apabila pembentukan undang-undang dalam proses dan mekanisme yang justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya .

Baca Juga: Raja Dekorasi Di Ibu Kota

Maka dapat dikatakan pembentukan undang-undang tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat,” jelas petitum tersebut. Para pemohon juga menilai pembentukan UU IKN tidak memenuhi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait partisipasi masyarakat secara bermakna dalam pembentukan UU. Pada putusan itu dikatakan partisipasi masyarakat secara bermakna adalah hak untuk didengar pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya dan hak untuk mendapatkan penjelasan atas pendapat yang diberikan. Sedikitnya ada 9 narasumber ahli yang menyampaikan pendapatnya didepan DPR terkait kekurangan atau kelemahan pembentukan UU IKN. Namun pendapat para ahli hanya digunakan untuk memenuhi aspek untuk dipertimbangkan pendapatnya. “Dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan tidak mampu dilakukan pembentuk undang-undang,” tulis petitum tersebut.***

Editor: Administrator

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Kaesang Jadi Ketua Umum PSI, Ini Tanggapan Jokowi

Jumat, 29 September 2023 | 14:30 WIB
X