BISNIS BANDUNG - Ombudsman menilai KPK dan BKN telah melakukan penyimpangan prosedur. Pertama , telah membuat kontrak tanggal mundur. Kedua, melaksanakan kegiatan TWK di tanggal 9 Maret 2021 sebelum adanya penandatanganan nota kesepahaman dan kontrak swakelola. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) juga menemukan pelanggaran serius Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).Pelanggaran serius ini terkait nota kesepahaman (MoU) antara KPK dan BKN yang dibuat secara backdate atau mundur beberapa bulan sebelum pelaksanaan TWK. "Ini penyimpangan prosedur yang buat kami, cukup serius baik dalam tata kelola suatu lembaga dan terkait masalah hukum," kata anggota Ombudsman Republik Indonesia Robert Na Endi Jaweng, Rabu (21/7/21). Dijelaskan Robert, nota kesepahaman TWK pegawai KPK antara Sekjen KPK dan Kepala BKN ditandatangani pada 8 April 2021. Sementara kontrak ditandatangani 20 April 2021. Namun, nota kesepahaman kedua lembaga tersebut dibuat mundur menjadi 27 Januari 2021. "Jadi tanda tangan bulan April tapi dibuat mundur tiga bulan ke belakang yaitu 27 Januari 2021," ungkap Robert menjelaskan. Terkait hal ini Robert menyebut, KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur yang cukup serius dalam pelaksanaan TWK KPK. Pelaksanaan TWK dimulai 9 Maret , saat kegiatan itu digelar nota kesepahaman dan kontrak swakelola belum dibuat. "Ombudsman berpendapat KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur. Satu, membuat kontrak tanggal mundur. Kedua, melaksanakan kegiatan TWK di tanggal 9 Maret 2021 sebelum adanya penandatanganan nota kesepahaman dan kontrak swakelola," ujar Robert.
Sebelumnya, Ombudsman menemukan potensi pelanggaran administrasi atau malaadministrasi dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN. Dalam proses ini, sebanyak 75 pegawai lembaga antirasuah dinyatakan tak lolos TWK untuk diangkat sebagai ASN.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 51 pegawai KPK dinyatakan merah dan tak bisa bergabung lagi dengan lembaga antikorupsi. Sementara 24 pegawai lainnya masih bisa diangkat menjadi ASN asal mengikuti pelatihan bela negara. Ombudsman meminta para pimpinan KPK segera mengalihkan status 75 pegawai yang tak lolos TWK menjadi ASN tanpa terkecuali. Permintaan ini sebagai bentuk korektif yang disampaikan lembaganya kepada KPK . Apalagi, dalam alih status pegawai KPK ini, mereka memang bukan menjalankan seleksi tetapi hanya dikonversi dari yang semula berstatus independen menjadi aparatur sipil negara (ASN). "[TWK] ini bukan seleksi, tapi konversi. Ini bukan rekrutmen tapi peralihan," ujar Robert seraya menambahkan, Ombudsman meminta Presiden Joko Widodo mengambil alih proses pengalihan status pegawai KPK ini jika pimpinan dan Sekjen KPK mengabaikan atau tidak melakukan tindakan korektif tadi.
Gunakan dasar hukum TNI
Sementara Ketua Ombudsman RI Muhammad Najih menyebut malaadministrasi yang dilakukan Badan Kepegawaian Negara (BKN) adalah akibat ketiadaan aturan alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) lewat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). "Sudah sangat jelas kita tunjukkan ada inkompetensi yang dilakukan BKN, ternyata BKN selama ini regulasi yang berkaitan dengan peralihan pegawai bukan ASN menjadi ASN itu belum ada regulasi," ungkap Najih dalam konferensi pers secara daring, Rabu (21/7/21). Tak hanya aturan, BKN juga tak memiliki tolok ukur pasti dalam penilaian TWK peralihan status pegawai biasa menjadi ASN. BKN malah menggandeng lembaga lain, yakni TNI Angkatan Darat, dan menggunakan aturan lembaga tersebut di TWK KPK. "Dia lakukan asesemen itu dengan menggandeng asesor lembaga lain yang tentu tak ada dasar regulasi dalam konteks peralihan tadi. Sementara yang digunakan sebagai dasar hukum peralihan ini malah dasar hukum yang dipakai TNI," ungkap Najih. Dalam alih status pegawai KPK ini, bukan menjalankan seleksi tetapi hanya dikonversi dari yang tadinya berstatus independen menjadi aparatur sipil negara (ASN). (B-003) ***