Generasi sekarang mungkin kurang banyak mengenal “lahang”, minuman era tahun 70-an hingga 90-an yang populer dikalangan masyarakat. Umumnya para penjual “lahang” menjajakan dagangannya pada pagi atau sore hari.
Minuman yang berasal dari hasil sadapan pada tangkai pohon aren , juga dijadikan sebagai bahan baku gula aren.Sensasi yang dirasakan bila kita meminum lahang adalah rasanya yang segar dan manis.
Minuman bisa dikatakan sebagai minuman isotonik khas Indonesia karena bisa ditemui di seluruh Indonesia,namun sangat identik dengan minuman khas tanah Pasundan.
Hal ini bisa dimaklumi karena pada masa awal tahun 2000an kita bisa dengan mudah menemukan para penjual “lahang” wara wiri di sejumlah wilayah Jawa Barat.
Merunut keterangan, untuk mendapatkan air lahang siap minum harus melalui proses yang lumayan panjang.Para petani penyadap pohon aren biasanya melakukan kegiatannya pada pagi dan sore hari.
Penyadapan yang dilakukan pada pagi hari, hasilnya diambil sore harinya sambil memasang lodong baru untuk diambil keesokan harinya. Apabila bunga jantan terlihat mekar, tandan bunga jantannya dipotong tepat pada ruas paling ujung.
Jika pada tandan bunga jantan yang telah dipagas, niranya akan terus menetes sampai keesokan harinya, berarti nira sudah siap untuk disadap. Selanjutnya tandan bunga jantan dibersihkan dari buih dan disayat 1-2 mm setiap hari untuk memperlancar keluarnya nira.
Konon pada kondisi tertentu air dari bunga jantan pohon aren ini bila terlambat disadap akan berubah menjadi cuka atau tuak. Pohon dari bunga yang akan disadap akan sangat baik bila sudah berusia 5 tahun.
Kemudian ujung tandan bekas pemotongan dibungkus dengan daun waluh gedè (Cucurbita pepo) atau ijuk (Arenga pinnata (Wurmb.) Jika nira yang keluar keesokan harinya semakin banyak, maka pembungkusnya sudah bisa dilepas dan diganti dengan lodong yang diikatkan pada tandan daun.