KEKUATAN baru ekonomi nasional yang sedang digandrungi kaum milenial adalah industri kreatif. Sebagai perwakilan Indonesia di negara lain, para duta besar diharapkan dapat mendorong untuk mempromosikan ekonomi kreatif nasional. Seperti dengan melakukan Diplomasi Soto, Kopi, dan Tenun. Dengan demikian, Bekraf pun mengharapkan ekonomi kreatif dapat menjadi kekuatan baru di Indonesia untuk pasar internasional.
Di bawah naungan Bekraf, 16 sektor industri kreatif telah mencatat kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB yang terus meningkat. Ini terlihat pada 2015 yang nilainya mencapai Rp852 triliun atau naik 8,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari angka tersebut, kontribusi terbesar disumbangkan oleh subsektor kuliner sebesar 41,69%, sementara fesyen dan kriya menyumbang 18,15% dan 15,70%.
Industri film dan musik masing-masing berkontribusi sebesar 10,28% dan 7,62%. Sementara itu, industri gim juga turut menyumbangkan 6,68% disusul seni/arsitektur dengan 6,62%. Dengan kondisi ini, Bekraf pun berharap di masa depan, perekonomian Indonesia tidak hanya bergantung pada alamnya saja. Tak hanya itu. Bekraf juga terus mendorong kesadaran akan pentingnya sektor ekonomi kreatif.
Memang, sektor fesyen, kuliner, dan kerajinan tangan sudah memiliki angka sumbangan yang besar. Meski demikian, Bekraf akan terus mempercepat pertumbuhan fesyen, kuliner, dan kerajinan tangan. Selain itu, ada juga sektor yang menjadi prioritas dan sedang dikembangkan, seperti gim, aplikasi, musik, dan film. Khusus untuk film, Bekraf sendiri baru saja menggelar forum untuk pembiayaan film Indonesia bertajuk “Akatara”.
Forum ini ditujukan untuk mempertemukan para investor dengan para pegiat industri perfilman nasional. Selain itu, Bekraf juga sengaja membentuk Akatara agar aliran modal ke industri perfilman bisa meniru kesuksesan para perusahaan rintisan (startup) di Tanah Air, seperti Go-Jek. Untuk film sendiri, sebenarnya juga mempunyai kans yang tak kalah besar untuk berhasil. Oleh karena itu, Bekraf pun mencari investor untuk mengalirkan dananya ke industri film.
Selain itu, Bekraf juga optimistis jika peluang pelaku industri film akan tumbuh setiap tahun, baik dalam hal jumlah penonton, pendapatan, dan mendapatkan dana dari para investor. Karena potensi itulah, penting bagi para pelaku industri film untuk meningkatkan konten agar memperoleh permodalan dari investor. Saat ini saja, ada sekitar 50 investor dalam negeri maupun luar negeri yang berminat untuk melakukan pertemuan dengan 12 pelaku film di Akatara.
Hal ini tentu saja tak lepas dari hasil kerja sama antara Bekraf dan Badan Perfilman Indonesia (BPI). Harapannya, forum tersebut juga dapat menambah minat semua investor khususnya di dalam negeri untuk menanamkan dananya ke industri film lokal. Tentu saja ini tak lepas dari sokongan pendapatan industri film sebesar 0,4% atau sebesar Rp852 triliun ke PDB pada 2015–2016 lalu. Karena itu, Bekraf pun berharap dengan adanya forum tersebut juga dapat meningkatkan kontribusi untuk PDB nasional dari industri film di atas 1%.
Masa Depan di Tangan Generasi Milenial
Optimistis Bekraf bukan tanpa alasan. Ini terlihat dari kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB yang terus meningkat. Pada 2016–2017 saja, pemerintah menargetkan sekitar Rp900 triliun untuk kontribusi terhadap PDB dan angka tersebut akan terus Bekraf evaluasi nilai kontribusinya. Apalagi, BPI juga mencatat peningkatan pendapatan industri film Indonesia yang naik 7–10% dan setiap tahunnya sekitar 110-120 juta penonton Indonesia yang menonton bioskop.
Memang, Bekraf menyadari naiknya pendapatan di industri perfilman juga harus sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan oleh para pelaku film. BPI sendiri menjelaskan ada tiga kategori untuk membuat konten film yang dapat melirik investor. Pertama, sebuah film yang ideal harus mengeluarkan US$1 juta atau di atas Rp1 miliar. Kedua, film dengan kualitas standar harus mengeluarkan US$500 ribu atau sekitar Rp600–650 juta. Lalu yang ketiga, film yang sederhana butuh mengeluarkan anggaran sekitar US$100–200 ribu atau di bawah Rp500 juta.
Selain itu, agar film dapat dilirik, juga tergantung pada kategori film yang akan dibuat oleh produser atau pelaku film dan yang paling penting, film tersebut haruslah kreatif, dekat dengan masyarakat, dan bisa membuat orang tertarik menonton. Untuk investor sendiri juga harus benar-benar tahu karakteristik produser maupun pelaku film yang didanai. Hingga saat ini, setidaknya negara-negara, seperti Korea Selatan dan Singapura, yang telah menanamkan modalnya ke industri film.
Tak hanya industri film, salah satu langkah yang diambil oleh Bekraf untuk memajukan ekonomi kreatif Indonesia untuk menembus pasar internasional, yaitu lewat jejaring internasional melalui duta besar Indonesia. Sebagai perwakilan Indonesia di negara lain, para duta besar diharapkan dapat mendorong untuk mempromosikan ekonomi kreatif nasional. Seperti dengan melakukan Diplomasi Soto, Kopi, dan Tenun. Dengan demikian, Bekraf pun mengharapkan ekonomi kreatif dapat menjadi soft power Indonesia di pasar internasional.
Masa depan ekonomi kreatif Indonesia pun kini berada di genggaman para generasi milenial. Nama-nama besar, seperti Dian Pelangi, Barli Asmara, dan Vivi Zubedi, terbukti telah berhasil menembus dunia fesyen internasional dengan memamerkan karya mereka di New York Fashion Week pada 7 September lalu. Hal ini menjadi bukti jika kearifan lokal dapat diterima dunia jika dikemas secara kreatif dan modern.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo juga menyambut positif pertumbuhan industri ekonomi kreatif nasional. Dalam Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober lalu, Presiden mengundang sejumlah perwakilan anak muda yang berkecimpung dalam industri ekonomi kreatif. Salah satu yang menarik perhatian Presiden Joko Widodo ialah merek sepatu lokal Exodos57 yang memadukan desain sepatu modern dengan kain tradisional. Tak hanya di Hari Sumpah Pemuda, pada kesempatan lainnya Presiden juga menyatakan dukungannya terhadap industri ekonomi kreatif.